2 Menteri Ditangkap, Ini Dampak Korupsi ke Bisnis dan Ekonomi

Date:

[Waktu baca: 5 menit]

Dalam kurun waktu kurang dari sebulan (26 November-6 Desember 2020), dua menteri Kabinet Indonesia Maju yaitu Menteri Sosial Juliari Batubara dan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Keduanya kini ditahan oleh KPK dengan sangkaan menerima suap Rp3,4 miliar (Edhy Prabowo) dan Rp17 miliar (Juliari Batubara) untuk dua kasus yang berbeda. Korupsi adalah masalah serius bagi negara berkembang seperti Indonesia.

Dalam konteks yang lebih luas, korupsi berdampak signifikan terhadap ekonomi dan bisnis. Dampak tersebut, misalnya, diulas oleh berbagai laporan yang dirilis oleh Transparency International (2014) dan International Monetary Fund (1997).

Dalam suatu laporannya, Transparency menyatakan korupsi adalah sesuatu yang bikin boros (costly) bagi perusahaan. Di tingkat perusahaan, menurut Transparency, korupsi meningkatkan biaya, ketidakpastian, risiko reputasi dan sebagainya.

Korupsi juga dianggap menghilangkan peluang bisnis yang signifikan. Transpararency mengutip laporan PriceWaterhouseCoopers (2008) yang menyatakan bahwa hampir separuh eksekutif senior di 14 negara tidak bersedia memasuki pasar tertentu karena risiko korupsi.

Dalam laporan yang sama, Transparency menyatakan korupsi kemungkinan berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu perusahaan. Berdasarkan data penyuapan di perusahaan-perusahaan Uganda (Afrika) yang dikutip peneliti Fisman dan Svenson (2007), suap berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan perusahaan dan lebih besar dampaknya daripada pajak.

Di samping itu, korupsi juga memiliki dampak terhadap efisiensi perusahaan. Studi yang mengeksplorasi dampak korupsi terhadap efisiensi perusahaan di 13 negara Amerika Serikat menunjukkan semakin korup suatu negara maka semakin tidak efisien perusahaan-perusahaannya. Dengan kata lain, karena inefisiensi itu, perusahaan tersebut membutuhkan input (misalnya, tenaga kerja) yang lebih banyak untuk memproduksi output di level tertentu.

Sementara itu, dalam paper yang ditulis oleh Paolo Mauro dari IMF (1997) menyatakan bahwa berdasarkan berbagai bukti empiris, korupsi mengurangi investasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam tingkatan yang signifikan.

Menurutnya, pengusaha seringkalid ibuat sadar bahwa suap adalah sesuatu yang dibutuhkan sebelum memulai usaha. Karena kondisi itu, pengusaha lalu menginterpretasikan korupsi sebagai salah satu spesies pajak yang mengurangi insentif untuk berinvestasi.

Dalam konteks Indonesia, ekonom Faisal Basri pernah berpandangan bahwa korupsi adalah penghambat utama investasi di Indonesia. Faisal menunjukkan dampak korupsi itu terhadap ICOR (incremental capital-output ratio) yang tinggi dan cenderung meningkat.

Menurutnya, semakin rendah ICOR maka efisiensi investasi akan semakin tinggi, begitupula sebaliknya. ICOR Indonesia di atas 6 sedangkan negara-negara tetangga hanya sekitar 3.  "Artinya, untuk menambah satu unit output di Indonesia butuh 6 unit modal lebih, di negara tetangga hanya butuh sekitar 3 unit modal," kata Faisal dalam tulisannya pada Januari 2020.