Aksi Korporasi Gesit Multipolar Demi Agenda Transformasi 

Date:

Perusahaan holding investasi multi sektor Grup Lippo, PT Multipolar Tbk. menjadi salah satu emiten yang cukup banyak mendapatkan sorotan akhir-akhir ini. Saham emiten ini sempat melemah hingga ke level gocap tahun lalu, tetapi kini sudah meningkat melebihi level tertingginya dalam 5 tahun terakhir.

Pada sesi pertama perdagangan hari ini, Jumat (22 Oktober 2021), saham emiten dengan kode MLPL ini sudah ada di level Rp364 per saham. Ini memang bukan lagi level harga tertingginya tahun ini, sebab sebelumnya sahamnya pernah naik hingga ke level Rp775.

Namun, dengan level harga terkini itu, saham MLPL masih tercatat telah mengalami peningkatan sebesar 412,68% year-to-date (YtD). Emiten ini mendadak menjadi salah satu saham terpanas di Bursa Efek Indonesia tahun ini, tetapi sepanjang bulan ini telah mengalami tekanan jual besar.

Oleh karena itu, menarik untuk mencermati sepak terjang Lippo Group di emiten ini dan menilai prospek jangka panjangnya.

Adapun, sama seperti namanya, yakni Multipolar, perusahaan ini merupakan perusahaan investasi multisektor. Emiten ini menjadi pengendali sejumlah emiten lain di BEI, yakni PT Matahari Putra Prima Tbk. (MPPA), PT Multipolar Technology Tbk. (MLPT), dan PT Multiprima Sejahtera Tbk. (LPIN).

Selain itu, MLPL juga menjadi pemegang saham di PT Matahari Department Store Tbk. (LPPF) meskipun bukan lagi pengendali. Demikian juga pada PT First Media Tbk. (KBLV) melalui PT Reksa Puspita Karya. Ada juga PT Bank Nationalnobu Tbk. (NOBU) yang dimiliki melalui PT Prima Cakrawala Sentosa.

Sementara itu, salah satu emiten yang baru saja dilepas yakni PT Multifiling Mitra Indonesia Tbk. (MFMI). Hingga akhir 2020 lalu, emiten yang beroperasi sejak 1993 ini masih dimiliki MLPL sebesar 92,46%, tetapi kini sudah beralih ke Iron Mountain Hong Kong Limited.

Di luar emite-emiten itu, MLPL juga memiliki banyak perusahaan lain yang non-Tbk. dan bergerak di banyak sektor, terutama ritel, jasa, dan perdagangan umum.

Kabar terakhir, MLPL bersiap untuk melakukan emisi saham baru dalam rangka penambahan modal melalui skema pemberian hak untuk memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Perusahaan ini bakal melepas 3 miliar saham  baru kelas C dengan nominal Rp100 per saham.

Rencananya, dana yang diperoleh akan digunakan untuk melunasi sebagian utang, mengembangkan usaha, dan investasi. Perseroan akan meminta restu pemegang saham dalam RUPSLB yang akan digelar pada 24 November 2021 nanti. Jika berjalan lancar, proses rights issue akan tuntas pada kuartal I/2022.

Perseroan memang belum mengumumkan harga pelaksanaan dari rights issue ini. Sementara itu, efek dilusi dari aksi korporasi ini bakal mencapai 17,01%. Artinya, jika pemegang saham MLPL saat ini tidak merealisasikan haknya, kepemilikannya akan turun hingga 17,01%.

Menariknya, sebelum aksi korporasi ini, pengendali MLPL yakni PT Inti Anugerah Pratama (PT IAP) sempat menjual 11,37% atau 1,66 miliar saham MLPL. Dengan demikian, kepemilikannya atas MLPL turun dari semula 66,47% menjadi 55,11%.

Transaksi tersebut berlangsung sejak akhir September 2021 lalu hingga 5 Oktober 2021 dengan harga rata-rata Rp484,26 per saham. Artinya, total dana yang dikantongi Grup Lippo dari divestasi itu mencapai sekitar Rp805,75 miliar. Tidak diketahui secara pasti siapa saja pembelinya.

Adapun, PT IAP memang cukup rajin mentransaksikan saham MLPL, baik menambah maupun menguranginya. Namun, transaksi terakhir tersebut adalah salah satu yang terbesar.

Sebelumnya, pada 3 Juni 2021 PT IAP juga menjual 4,4% saham MLPL senilai Rp450 per saham dengan total transaksi Rp292,5 miliar. Selanjutnya, pada 7 Juni 2021 PT IAP melepas lagi 7,2% senilai Rp555 per saham dengan total Rp582,75 miliar.

Sementara itu, PT IAP tidak saja menjadi pengendali pada MLPL, tetapi juga pada PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR) yang merupakan holding bagi bisnis properti Grup Lippo. LPKR ini juga menjadi induk dari usaha rumah sakit Grup Lippo melalui PT Siloam International Hospitals Tbk. (SILO).

Tampaknya, Grup Lippo berencana untuk kembali menginvestasikan dana tersebut ke MLPL melalui rights issue ini. Suntikan modal kepada MLPL ini menjadi strategis, sebab MLPL sendiri juga memiliki agenda untuk menyuntikkan modal pada sejumlah entitas anak yang berstatus emiten.

Salah satunya yakni PT Matahari Putra Prima Tbk. (MPPA). Dalam prospektus yang diterbitkan pekan lalu, MPPA berencana untuk melepas 1,17 miliar saham baru dengan nominal Rp50 per saham dan harga pelaksanaan Rp760 per saham. Artinya, total dana segar yang ditargetkan mencapai Rp890,11 miliar.

Dalam aksi korporasi ini, MLPL telah bersedia untuk menebus bagian haknya sekaligus menjadi pembeli siaga apabila ada pemegang saham lain yang tidak menebus haknya. MLPL bahkan berkomitmen untuk menyiapkan dana hingga Rp720 miliar untuk aksi korporasi MPPA tersebut. Nilai tersebut setara dengan 81% dari total target dana rights issue emiten pengelola gerai Hypermart tersebut.

Penguatan modal pada MPPA sendiri adalah langkah penting Grup Lippo menuju pengembangan bisnis perusahaan tersebut ke ekosistem digital, apalagi setelah Grup GoTo masuk menjadi salah satu pemegang saham terbesarnya.

MLPL sendiri sudah mengantongi dana Rp355 miliar ketika melepas 6,74% saham MPPA kepada GoTo. Dengan demikian, dana tersebut dapat diinvestasikan kembali ke MPPA melalui rights issue tersebut.

Rangkaian aksi korporasi ini mencerminkan strategi Grup Lippo untuk memantapkan posisi bisnisnya tahun ini. Menariknya, sebelum menggelar rangkaian rights issue ini, MLPL sempat mengantongi restu pemegang saham pada 19 Juli 2021 lalu untuk buyback sahamnya di pasar.

Padahal, kala itu saham perseroan sudah naik cukup tinggi. Alasan manajemen MLPL, aksi buyback diharapkan dapat membantu menjaga kestabilitas harga saham perseroan. Hal ini tampaknya tidak terlepas dari rencana rights issue MLPL yang kini telah diumumkan.

Adapun, dana yang disediakan untuk buyback ini mencapai Rp425 miliar dengan target porsi saham yang dibeli kembali maksimal hingga 10% dari total saham beredar perseroan. Harga pelaksanaan buyback ini ditetapkan maksimal Rp720 per saham dengan periode buyback yakni 18 bulan ke depan.

Aksi buyback ini memang terkesan seperti pemborosan kas, sebab harga saham perseroan sudah tinggi. Umumnya, buyback memang ditujukan untuk mengerek harga saham perusahaan di pasar. Namun, perseroan berpandangan harga saham MLPL belum cukup stabil.

Tampaknya, buyback ini diharapkan dapat menjaga harga saham MLPL tidak kembali turun terlalu dalam, sehingga rights issue dapat dilaksanakan dengan harga yang lebih tinggi. Dengan demikian, dana yang nantinya dikantongi pun akan lebih besar.

Itu artinya, perseroan juga tidak mesti merealisasikan buyback tersebut hingga batas optimal jika memang tujuan stabilitas harga sudah tercapai. Lagi pula, waktunya cukup panjang yakni 18 bulan atau 1,5 tahun sejak disetujui pemegang saham.

 

Rencana Bisnis MLPL

Sudah menjadi rahasia umum bahwa saham suatu emiten cenderung akan meningkat pesat ketika pasar mendengar kabar bahwa pemilik atau pengendali emiten memiliki kepentingan untuk menaikkan harganya.

Pasar modal Indonesia relatif cukup mudah dikendalikan oleh para “bandar” untuk kepentingan tertentu. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika ada emiten-emiten yang harga sahamnya bisa naik gila-gilaan jauh melebihi kondisi fundamentalnya.

Meskipun tentu sulit untuk membuktikan keberadaan bandar di pasar serta indikasi keterlibatan mereka dalam mengerek harga saham MLPL selama ini, pergerakannya yang tak wajar sudah cukup untuk manaruh curiga.

Namun, tentu ada baiknya kita juga mengamati rencana bisnis yang disampaikan oleh manajemen MLPL, sebab aksi korporasi yang gencar dilakukan tahun ini tentu tidak terlepas dari sejumlah rencana strategis pengembangan bisnisnya.

Dalam penjelasan manajemen MLPL kepada BEI, perseroan mengungkapkan bahwa dalam 3 hingga 5 tahun ke depan perseroan akan mentransformasikan portofolio bisnisnya menjadi yang bersifat future oriented di bidang teknologi dan digital.

Selama beberapa tahun terakhir Multipolar telah berinvestasi dan menjalankan portofolio bisnis digital di Indonesia dan Asia Tenggara melalui perusahaan modal ventura. Beberapa portofolio investasi perseroan yakni Ruangguru, Ovo, Klinik Pintar, dll.

Di Ruangguru, pada Mei 2021 lalu perseroan sempat menyebut telah berinvetasi Rp21 miliar dengan kepemilikan saham 3,38%.

Masuknya GoTo ke dalam jajaran pemegang saham MPPA juga sejalan dengan rencana besar MLPL ini untuk membawa perusahaan ritel modern mereka ke ekosistem digital yang lebih luas. Apalagi, perseroan berpandangan prospek bisnis ritel di Indonesia masih sangat besar.

Hal ini mengingat tingkat penetrasi ritel modern di Indonesia baru sekitar 19%, kalah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Filipina 39%, Malaysia dan Thailand 40%, serta Singapura 75%. Teknologi digital memungkinkan percepatan penetrasi ritel modern di Indonesia.

Sementara itu, investasi yang dilakukan oleh entitas anaknya yakni PT Multipolar Technology Tbk. (MLPT) juga makin agresif terutama di bisnis pangkalan data.

Tampaknya, keputusan Multipolar untuk lebih serius masuk ke ranah digital dan teknologi ini menjadi salah satu sentimen utama yang mendorong kenaikan harga sahamnya. Sepanjang tahun ini, saham-saham sektor teknologi memang sedang naik daun dan banyak diburu investor.

Kabar baik lainnya, pada paruh pertama tahun ini, emiten ini akhirnya berhasil mencetak keuntungan setelah bertahun-tahun rugi. Berikut ini perkembangan kinerja keuangannya:

Jika di telisik, perolehan laba bersih pada paruh pertama tahun ini disebabkan terutama karena adanya peningkatan pada sejumlah pos lain. Sebagaimana terlihat dalam tabel tersebut, pendapatan MLPL sejatinya turun 2,4% pada paruh pertama tahun ini.

Kinerja MLPL yang membaik ditopang oleh naiknya pendapatan investasi sebesar 69% YoY dari Rp236 miliar menjadi Rp398 miliar. Selain itu, bagian atas laba neto entitas asosiasi juga tercatat Rp77,5 miliar, berbalik dari rugi Rp103 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, beban usaha turun 16% Yoy dari Rp1,1 triliun menjadi Rp952 miliar. Alhasil, perseroan berhasil membukukan laba sebelum pajak senilai Rp115 miliar, berbalik dari rugi Rp341 miliar pada paruh pertama 2020.

Ini tentu kabar baik bagi bisnis perseroan, sehingga tidak mengherankan pula jika akhirnya investor mengapresiasi sahamnya. Lagi pula, pada 2020 lalu ketika tekanan pandemi sedang berat-beratnya, rugi perseroan justru berkurang ketimbang tahun-tahun sebelumnya.

Dengan tren yang positif ini, bisnis investasi Grup Lippo melalui Multipolar tampaknya cukup menjanjikan. Aneka aksi korporasi yang digelar grup usaha ini akhir-akhir ini juga menegaskan keseriusan mereka untuk memanfaatkan momentum pertumbuhan bisnis digital di Tanah Air.

Setidaknya, Multipolar kini sudah di jalur yang tepat, meskipun tentu mereka harus harus membuktikan diri untuk dapat mencetak keuntungan secara konsisten.

Kita masih menunggu realisasi kinerjanya untuk periode September 2021. Jika tetap positif, tentu hal itu menjadi sinyal bahwa tren positif kinerja perseroan bakal lebih stabil. Jika demikian, tentu aksi korporasinya pun, termasuk rights issue, layak diapresiasi dan dapat diikuti oleh investor.