Memahami Dividen

Date:

Memasuki bulan Mei, adalah waktu yang menyenangkan untuk para investor saham.

Karena di waktu-waktu seperti inilah, para investor saham menerima pembagian dividen dari saham yang mereka pegang. Jika dilihat secara sederhana, mungkin jumlahnya tidak terlalu besar, mengingat dividen yield rata-rata di bursa berkisar antara 2%-10%.

Tapi untuk investor sekaliber Lo Kheng Hong, yang bisa menerima dividen belasan miliar per tahun hanya dari satu saham saja, menerima dividen tentu terasa menyenangkan.

Lalu apa sebenarnya dividen itu? Dan bagaimana mekanisme pembagiannya?

Sebelumnya mari kita mulai dari definisi dividen itu sendiri:

Dividen adalah bentuk riil dari keuntungan yang didapat dari saham.

Dividen merupakan pembagian keuntungan (profit sharing) yang diterima oleh investor saham atas keberlangsungan usaha perusahaan yang dipegangnya.

Sebagai contoh seperti ini: jika sebuah perusahaan mendapat laba dalam satu periode tertentu (biasanya dalam waktu 1 tahun), maka para pemegang saham berhak mendapatkan sebagian keuntungan tersebut sesuai dengan porsi kepemilikannya.

Dividen dibagikan dalam satuan rupiah per lembar saham (ex: Rp50 per lembar saham), jadi seberapa pun jumlah saham yang kita pegang, baik besar atau kecil sekalipun, akan tetap mendapatkan dividen jika manajemen memutuskan untuk membagikan dividen.

Pembagian dividen ditentukan oleh manajemen perusahaan, yang harus disetujui oleh para pemegang saham di Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST).

Apakah dividen harus selalu berupa uang tunai?

Tidak, sebenarnya ada bentuk dividen lain bernama dividen saham. Tapi untuk artikel ini, mari kita fokuskan ke dividen yang berupa uang tunai saja.

Apa saja yang harus diperhatikan dalam pembagian dividen?

Biasanya, setelah rencananya pembagian dividen di RUPST disetujui, perusahaan akan mengumumkan seberapa besar dividen yang akan dibayarkan.

Rasio ini disebut Dividend Payout Ratio (DPR). Dividend Payout Ratio adalah porsi dividen yang akan dibayarkan, diambil dari laba bersih perusahaan pada tahun berjalan. Sebagai contoh: jika laba bersih perusahaan tahun lalu sebesar Rp100 miliar, dan manajemen berpendapat untuk membagikan sebesar Rp50 miliar sebagai dividen, ini berarti DPR-nya adalah 50%.

Hal ini tentu menjadi logis karena amat jarang perusahaan membagikan semua laba mereka sebagai dividen (100% DPR). Sebagian besar laba tersebut tentu akan ditahan untuk menunjang operasional tahun depan. Atau dalam bahasa sederhananya ‘uangnya diputar lagi’.

Laba ditahan ini disebut sebagai Retained Earnings, yang dicatat di bagian ekuitas di laporan keuangan perusahaan.

Setelah ditentukan seberapa besar Dividend Payout Ratio, jumlah rupiah tersebut akan dibagikan dengan jumlah saham yang beredar hingga didapatlah dividen per lembar saham atau Dividend Per Share (DPS).

Dividend Per Share inilah yang menjadi angka final yang bisa menjadi patokan anda dalam menghitung dividen yang akan anda terima.

Tapi kok ada perusahaan-perusahaan yang membagikan dividen dengan ratio DPR 100% bahkan lebih, itu kenapa?

Benar, ada perusahaan-perusahaan semacam itu di bursa. Namun jika kita menemukan perusahaan seperti itu, kita hendaknya harus menjadi lebih skeptis.

Cari tau alasan kenapa mereka melakukan hal itu.

Apakah mereka sudah mempunyai uang tunai yang terlalu besar? Apakah ada tuntutan dari pemegang saham mayoritas untuk terus membagikan dividen? Apakah mereka sudah sulit untuk tumbuh sehingga tidak butuh uang untuk ekspansi?

Beberapa investor kawakan bahkan tidak terlalu suka dengan perusahaan yang membagikan dividen terlalu besar karena dianggap tidak memiliki rencana pertumbuhan jangka panjang.

Karena memang, return yang didapatkan dari dividen relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan potensi kenaikan harga saham apabila perusahaan tumbuh menjadi lebih besar.

Lalu, apakah perusahaan wajib membagikan dividen?

Tidak. Dalam kondisi untung saja, perusahaan tidak wajib membagikan dividen, apalagi dalam kondisi merugi.

Bahkan, di bursa terdapat beberapa perusahaan yang sebenarnya dalam kondisi untung (mencetak laba) tapi tidak pernah membagikan dividen sama sekali selama bertahun-tahun.

Saham-saham seperti ini biasanya ‘dihukum’ oleh pasar. Tidak banyak orang yang mau menjual dan membeli saham seperti ini, yang menyebabkan perdagangan sahamnya menjadi tidak likuid.

Lalu, apa lagi yang mesti diperhatikan?

Satu hal yang penting yang juga harus menjadi perhatian adalah penanggalan dalam proses pembagian dividen.

Setelah rencana pembagian dividen disetujui, maka perusahaan akan merilis tanggal-tanggal penting dalam pembagian dividen tersebut. Karena mayoritas pembaca Big Alpha bertransaksi di pasar reguler, maka perhatikan kita akan fokus kepada tanggal yang berlaku untuk pasar reguler saja.

Tanggal yang pertama yang harus diperhatikan adalah Cum Date:

Cum Date adalah tanggal yang digunakan sebagai batas pemegang saham berhak untuk mendapatkan dividen. Jika disebutkan Cum Date adalah tanggal 10 Mei, maka jika seseorang masih tercatat pada saat penutupan pasar di sore hari di tanggal 10 Mei tersebut, dia berhak atas dividen yang akan dibagikan.

Jadi, apabila seseorang investor menahan saham hingga tanggal 10 Mei (atau bahkan baru membeli saham tersebut tanggal 10 Mei pagi hari), lalu menjualnya keesokan harinya di tanggal 11 Mei, dia tetap berhak untuk mendapatkan dividen.

Tanggal yang kedua adalah Ex Date:

Ex Date adalah tanggal dimana pemegang saham sudah tidak lagi berhak menerima dividen yang akan dibagikan, dalam contoh kasus di atas, Ex Date adalah tanggal 11 Mei.

Biasanya, harga saham akan naik menjelang Cum Date, lalu akan turun pada saat Ex Date, karena sudah hilangnya insentif bagi investor untuk membeli saham tersebut.

Yang terakhir adalah Payment Date.

Payment Date adalah tanggal dimana dividen tersebut akan ditransfer ke rekening kita. Uang sejumlah dividen yang berhak kita terima akan ditransfer langsung ke rekening dana investor yang uangnya bisa kita tarik kapan saja atau bahkan bisa dibelikan saham lagi.

Biasanya, pihak sekuritas juga akan mengirimkan e-mail pemberitahuan sekaligus detil penghitungan dividen kepada masing-masing investor.

Dan jangan lupa, dividen di Indonesia adalah subjek pajak. Untuk individu, tarif pajak pasal 4 ayat 2 yang dikenakan untuk dividen adalah sebesar 10%.

Oleh karena itu, dividen yang anda terima nantinya di rekening dana investor sudah dipotong pajak.

Jadi, sudah siap untuk menerima dividen?