Mengingat Sejarah Asabri, Asuransi Prajurit yang Dibidani Soeharto

Date:

[Waktu baca: 4 menit]

Publik tak henti-hentinya menyaksikan berita dugaan korupsi di sejumlah BUMN. Belum rampung urusan kasus gagal bayar perusahaan asuransi jiwa Jiwasraya, pada awal 2020 lalu mulai ramai pemberitaan tentang dugaan korupsi yang terjadi di perusahaan asuransi untuk prajurit TNI-Polri, PT Asabri (Persero). 

Dugaan megakorupsi ini diperkuat dengan komentar Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang menyebut adanya potensi kerugian negara senilai triliunan rupiah dari praktik korup di perusahaan asuransi yang didirikan Presiden Soeharto itu. 

Setelah diusut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Maret 2021 mengungkap total kerugian negara sementara dari dugaan korupsi pengelolaan dana investasi periode 2012-2019 Asabri  mencapai Rp 23,74 triliun. Angka kasus korupsi terbesar sepanjang sejarah Indonesia! 

Total kerugian negara atas dugaan korupsi Asabri tersebut jauh lebih besar dari kasus Jiwasraya dengan kerugian negara Rp 16,8 triliun. Sebagai pembanding lainnya, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 1998 memberi kerugian negara Rp 4,58 truliun. 

Terbayang bukan, seberapa jumbo angka kerugian negara di kasus Asabri?

Menariknya, beberapa tersangka dalam kasus korupsi Asabri, sebagai pihak luar perusahaan, sama dengan kasus Jiwasraya. Polanya pun bisa jadi serupa, menyangkut dana yang diinvestasikan ke dalam instrumen tertentu. 

Lantas seperti apa sejarah panjang PT Asabri (persero)? Big Alpha merangkumnya untuk kamu. 

1. Sebelum Ada Asabri, Asuransi TNI-Polri Tergabung Dalam Taspen

Awalnya anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), Polri, serta Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Pertahanan dan Polri, tergabung dalam kepesertaan Taspen (Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri). Lembaga asuransi pelat merah yang dibentuk pada 1963 itulah yang mengurusi pertanggungan atau asuransi terhadap para prajurit TNI dan anggota Polri. 

Namun seiring berjalannya waktu, Taspen kesulitan melayani kepesertaan anggota TNI-Polri. Ada empat hal yang membuat perusahaan asuransi tersebut tak mampu melayani keikutsertaan para prajurit, seperti dikutip dari situs resmi Asabri:

  • Perbedaan batas usia pensiun (BUP) bagi prajurit TNI dan anggota Polri yang berdasarkan UU Nomor 6 tahun 1966, dengan PNS yang mengacu pada UU Nomor 11 tahun 1969. 
  • Sifat khas prajurit TNI dan Polri yang memiliki risiko tinggi. Banyak prajurit berhenti jadi peserta asuransi karena gugur saat menjalankan tugas.
  • Adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi jumlah prajurit secara besar-besaran dalam rangka peremajaan.
  • Jumlah iuran yang terkumpul tidak sebanding dengan perkiraan klaim yang akan diajukan peserta. 

2. Soeharto Lakukan Peremajaan ABRI

Mulai tahun 1971 pemerintah melakukan peremajaan ABRI. Langkah ini diambil di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto yang saat itu merangkap sebagai Panglima ABRI hingga tahun 1973. Dengan peremajaan, pemerintah berupaya meningkatkan kesejahteraan prajurit yang 'tersisa'. 

3. Perum Asabri Didirikan

Demi meningkatkan kesejahteraan para prajurit, dan mempertimbangkan kesulitan Taspen dalam mengelola keikutsertaan anggota TNI-Polri, maka pemerintah membentuk perusahaan asuransi sosial baru. Presiden Soeharto menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) nomor 44 tahun 1971 tentang asuransi sosial angkatan bersenjata. 

PP yang berlaku per 1 Agustus 1971 ini menjadi dasar pendirian Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RI, yang disingkat Asabri. Tanggal tersebut ditetapkan sebagai HUT Asabri hingga kini. 

Perum Asabri inilah yang kemudian mengumpulkan iuran sebesar 1,25 persen dari penghasilan setiap anggotanya. Perum Asabri juga yang mengurusi uang pensiun prajurit, memberi santunan bagi keluarga prajurit, juga membantu kepemilikan rumah prajurit. 

4. Asabri Jadi Persero

Pada tahun 1991, berdasarkan PP Nomor 68, pemerintah mengubah bentuk Asabri dari perum menjadi perusahaan perseroan. Kedudukan Asabri  adalah BUMN yang seluruh sahamnya dimiliki negara yang diwakili Menteri BUMN selaku pemegang saham. 

4. Perjalanan Asabri Diwarnai Aneka Skandal

Perjalanan perusahaan asuransi ini kerap diwarnai skandal. Dugaan korupsi yang kini masih diusut bukan kali pertama untuk Asabri. Tahun 1995-1997 silam, Asabri pernah tersandung kasus penyalahgunaan dana prajurit. Kasus itu baru rampung disidangkan pada 2008 dengan kerugian negara mencapai Rp 410 miliar. 

Dikutip dari Kompas pada 2008, skandal Asabri tersebut menyangkut penyalahgunaan dana iuran peserta yang ditempatkan ke instrumen yang bukan semestinya dimana kasus itu juga melibatkan pihak swasta. 

5. Kesalahan Investasi Asabri

Kisah penyalahgunaan dana iuran berulang. Setelah skandal korupsi Asabri diungkapkan oleh berbagai pihak pada 2020, muncul angka potensi kerugian negara sebesar Rp 23,7 triliun. 

Dikutip dari kantor berita Antara, selama 2012 sampai 2019, sejumlah pejabat di Asabri bersepakat dengan pihak luar perusahaan yang bukan sebagai konsultan investasi atau manajer investasi. 

Dengan pihak luar tersebut, Asabri membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik pihak luar itu. Harga saham pun sudah dimanipulasi menjadi tinggi, dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat baik. 

Setelah saham-saham tersebut dimiliki pihak luar yang berperkara ini, saham-saham itu kemudian dikendalikan agar seolah saham-saham tersebut bernilai tinggi dan likuid. 

Padahal, transaksi semu yang terjadi hanya menguntungkan pihak luar yang berperkara ini. Transaksi ini jelas merugikan Asabri, karena Asabri menjual saham dalam portofolionya dengan harga di bawah harga perolehan saham sebenarnya. 

Lantas demi menghindari kerugian investasi, saham-saham yang sudah dijual di bawah harga perolehan dibeli kembali oleh Asabri melalui underlying reksa dana yang dikelola manajer investasi yang dikendalikan oleh pihak luar. Kami pernah mengulas sejumlah saham yang pernah dikoleksi Asabri dalam artikel berikut ini: Mengupas 20 Saham Pilihan AsabriDari daftar itu dapat diketahui bahwa Asabri pernah mengkoleksi sejumlah saham berkapitalisasi pasar kecil dan pernah menyentuh level Rp50.

 


 

Tags: