Bu Tejo Pamer Emas, Ini 4 Aspek Finansial di Film Tilik

Date:

[Waktu baca: 4 menit]

Sebuah film pendek dengan durasi sekitar 32 menit berjudul Tilik menjadi viral dan ditonton hampir 10 juta kali di Youtube hingga Senin, 24 Agustus 2020 pukul 10.00 WIB.

Film yang diproduksi oleh Ravacana Films yang bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta itu menceritakan rombongan ibu-ibu yang hendak menjenguk Bu Lurah di sebuah rumah sakit dengan menumpang sebuah truk bak terbuka.

Dalam perjalanan dari sebuah desa ke rumah sakit dimana Bu Lurah dirawat, sejumlah orang dari rombongan yaitu Bu Tejo, Yu Ning, Yu Sam, Yu Tri itu terlibat perbincangan dengan topik utama membahas Dian, seorang perempuan muda yang mereka kenal.

Dari film yang memenangkan Piala Maya (2018) itu penonton dapat memaknai dengan tafsir masing-masing. Salah satu yang dapat kita pelajari adalah aspek finansial yang muncul di sejumlah adegan. 

Film ini membantu penonton memahami bagaimana uang digunakan oleh masyarakat pedesaan atau instrumen investasi apa yang dapat dipamerkan kepada orang lain. Berikut ini sejumlah aspek finansial yang dapat kita pelajari dari film Tilik:

1. Amplop untuk Keluarga yang Terkena Musibah

Dalam salah satu adegan di akhir film, Yu Ning membuka dompet dan menyerahkan sebuah benda yang tampak seperti sebuah amplop kepada Fikri, anak Bu Lurah. Apa isi amplop itu? Apa artinya pemberian amplop tersebut?

Film itu tidak menunjukkan isi amplop tersebut. Namun, penonton bisa menafsirkan bahwa pemberian amplop dari rombongan penjenguk kepada keluarga yang dijenguk tersebut ingin menunjukkan pesan mengenai sumbangan materiil yang diberikan kepada pihak yang sedang diterpa musibah seperti sakit.

Di sejumlah masyarakat Jawa, kebiasaan memberi amplop berisi uang itu masih ada sampai saat ini. Pemberian amplop itu dimaksudkan untuk sejumlah tujuan seperti membantu secara finansial orang yang sedang kesusahan hingga memberi pesan solidaritas sosial dari lingkungan sekitar.

Pemberian amplop seperti itu terkadang tidak serta merta menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Namun, keluarga atau pihak yang sedang diterpa musibah akan merasa mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang-orang terdekat.

Dengan demikian, mereka tidak merasa sendirian dalam menghadapi sebuah musibah. Secara psikologis, solidaritas sosial seperti ini dapat mengurangi beban mental yang muncul ketika menghadapi suatu musibah.

2. Risiko Memiliki Harta

Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Bu Tejo mempertanyakan pekerjaan Dian, perempuan muda yang mereka gunjingkan. Bu Tejo menduga bahwa pekerjaan Dian adalah pekerjaan yang "tidak benar" karena "keluar masuk hotel" dan "terus ke mall sama cowok".

Dalam film tersebut, Dian disebut sebagai seorang perempuan yang lulus SMA dan tidak melanjutkan studi ke perguruan tinggi karena keterbatasan biaya. Para ibu bergibah dengan menduga bahwa pekerjaan Dian tidak hanya satu, tapi juga memiliki pekerjaan sampingan yang lain. "(Anak perempuan) baru bekerja tapi uangnya langsung banyak," kata Bu Tejo.

Dian disebut oleh Bu Tejo baru saja bekerja namun langsung memiliki "HP baru dan sepeda motor baru". Dari sini penonton dapat memahami bahwa cara seseorang bekerja atau mendapatkan uang akan menjadi sorotan atau bahan perbincangan orang lain.

Dari adegan ini kita dapat memahami bahwa salah satu risiko memiliki harta adalah mengundang keingintahuan orang lain bagaimana harta tersebut diperoleh. Keingintahuan itu muncul dengan sejumlah tujuan, apakah ingin mempelajari cara memperoleh harta tersebut atau ingin menghakimi bahwa harta tersebut diperoleh dengan cara yang dianggap tidak benar.

Risiko sosial memiliki harta tidak hanya muncul di masyarakat pedesaan, tapi juga masyarakat perkotaan dimana ketimpangan atas kepemilikan harta sering mengundang kecurigaan atau kecemburuan.

3. Uang dalam Politik?

Dalam sebuah adegan ketika truk yang membawa rombongan tersebut berhenti di sebuah masjid, bu Tejo terlibat perbincangan supir truk bernama Gotrek. Pada saat itu, bu Tejo tiba-tiba memberikan amplop (yang kemungkinan berisi uang) kepada Gotrek yang disebut dari Pak Tejo "untuk tambah-tambah".

Gotrek tidak memahami apa maksud pemberian uang tersebut karena tidak ada transaksi apapun. Yu Ning yang berada di sebelah mereka kemudian menduga bahwa pemberian uang itu untuk membantu Pak Tejo dalam pemilihan lurah suatu saat.

Terlepas dari benar atau tidaknya Pak Tejo maju dalam pemilihan lurah, uang memiliki peran penting dalam dinamika politik lokal di sejumlah masyarakat. Upaya untuk memenangkan sebuah posisi di pemerintahan tidak cukup hanya bermodalkan semangat, retorika atau program kerja, namun juga uang untuk menggerakkan tim sukses.

4. Perhiasan Emas Sebagai Simbol

Dalam adegan seusai Bu Tejo menyerahkan uang kepada Gotrek, dia sempet menunjukkan tangan kanan dan kiri yang berisi gelang emas dan cincin emas kepada Gotrek dan Yu Ning. Dengan gerak mengangkat kedua tangan, Bu Tejo seolah ingin menunjukkan perhiasan emas yang digunakannya.

Di sejumlah masyarakat, perhiasan emas adalah salah satu benda yang menunjukkan status sosial tertentu. Seseorang yang menggunakan banyak perhiasan emas bukan tidak mungkin memiliki motif ingin dianggap memiliki harta yang tidak sedikit atau menunjukkan simbol kekayaan.

Perhiasan emas sebagai status sosial memiliki sejarah yang panjang. Konon, bangsawan Jawa di masa lalu memiliki hobi mengumpulkan emas, baik dalam bentuk perhiasan hingga dalam bentuk peralatan makan, sebagai simbol kekuasaan.

Tags: