Efek Corona ke IHSG

Date:

Corona 2020 dan SARS 2002: Apa Efek ke IHSG?

PADA awal 2020, dunia dikejutkan dengan penyebaran virus mematikan bernama corona. Virus itu diketahui pertama kali menyebar dari Provinsi Wuhan di China.

Virus itu menewaskan lebih dari 100 orang dan menyebar ke berbagai negara di dunia. Virus itu membangkitkan kekhawatiran banyak orang mengenai kemungkinan penularan di berbagai tempat, termasuk wilayah Indonesia.

Menurut berbagai sumber, virus corona menyebar melalui batuk dan bersin dari mereka yang terinfeksi. Penyebaran juga bisa terjadi lewat sentuhan tangan, wajah, dan pegangan pintu atau bagian lain yang umum disentuh.

Penyebaran virus ini juga menjadi perhatian dari pemerintah. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan melakukan sejumlah aksi untuk menangkal penyebaran virus berbahaya ini di Indonesia.

Pasar Saham

Selain berdampak ke kesehatan manusia, penyebaran virus corona ternyata juga berdampak kepada pasar saham di seluruh dunia.

Portal Financial Times mencatat sebagian besar indeks saham di seluruh Eropa mencatatkan penurunan drastis pada 27 Januari 2020 atau hari-hari awal ketika virus corona mulai menyebar. Indeks FTSE 100 turun 2,4% pada hari itu dan menjadi penurunan terendah sejak Oktober 2019.

Pada Jumat (24 Januari 2020), sejumlah indeks di Amerika Serikat seperti Dow Jones, S&P 500, Nasdaq juga amblas karena virus corona yang turut menyebar di salah satu wilayah di negara itu, California. Begitu juga dengan bursa di sejumlah negara Asia yang berguguran.

Bagaimana Indonesia? Sama seperti bursa-bursa lain di seluruh dunia, Indeks Harga Saham Gabungan anjlok 1,78% pada Senin (27 Januari 2020) atau menjadi persentase penurunan terdalam dalam beberapa bulan belakangan ini. 

Namun, IHSG perlahan rebound atau kembali menguat pada satu hari setelahnya, Selasa, 28 Januari 2020. Kendati demikian, IHSG tetap ditutup melemah sebesar 0,36% pada hari itu.

Penyebaran virus corona ini mengingatkan kepada pengalaman penyebaran virus severe acute respiratory syndrome (SARS) pada November 2002-Juli 2003. Penyebaran virus itu juga dimulai di China, di provinsi Guangdong yang berbatasan dengan Hongkong.

Virus SARS itu menyebabkan kematian lebih dari 700 orang di belasan negara, bukan hanya China. Penyebaran virus SARS pada dua tahun pertama di abad ke-21 itu juga membangkitkan kekhawatiran mengenai dampak terhadap kesehatan orang Indonesia.

Sama seperti virus corona, penyebaran virus SARS juga berdampak terhadap pasar saham di dunia. Di Indonesia, IHSG anjlok hingga 1,9% ke level 367,88 dari 374,15 (ya, IHSG kala itu masih di level 300-an) pada Senin, 18 November 2002. Apa yang terjadi?

Pada Sabtu, 16 November 2002 atau dua hari sebelum Senin itu, wabah SARS mulai ditemukan di Guangdong. Seorang petani di distrik Shunde kemungkinan besar merupakan orang pertama yang terinfeksi virus tersebut. Kabar buruk itu kemudian menyebar ke seluruh dunia.

Setelah itu, pada Selasa 19 November 2002, IHSG kembali rebound. Penurunan indeks ternyata tidak berlanjut. Hari-hari berikutnya, Rabu, Kamis, Jumat dan seterusnya, IHSG juga tidak terpuruk habis-habisan akibat virus SARS. Pada 29 November 2002, IHSG justru mencapai level 390 atau tertinggi dalam sepanjang bulan di tahun tersebut.

Pelajaran 

Salah satu pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman ini adalah penurunan indeks saham hanya bersifat sementara karena isu penyebaran virus mematikan. Berdasarkan pengalaman virus SARS, IHSG tidak turun secara berkelanjutan dalam beberapa hari berturut-turut.

Kondisi yang dialami pasar saham Indonesia belum mencapai tahap “fluktuasi signifikan” atau penurunan berturut-turut hingga 15% dalam tiga hari bursa. Otoritas Jasa Keuangan juga tidak mengeluarkan peringatan apapun soal kondisi ini.

Dalam kondisi IHSG yang “merah” hingga mendekati 2%, investor perlu bersikap tenang dalam mengambil keputusan. Sebelum mengambil keputusan cut loss atau taking profit, investor perlu bertanya sejumlah hal kepada diri sendiri.

  1. Apakah isu yang menyebabkan IHSG turun itu mempengaruhi fundamental (kinerja) perusahaan secara signifikan?
  2. Apakah isu ini bersifat sementara atau akan bertahan lama?
  3. Apakah isu tidak berusaha dihadapi oleh pihak-pihak terkait (pemerintah, misalnya)?

Selain itu, kondisi pasar saham yang turun sebenarnya dapat menjadi momentum untuk menambah saham yang kita miliki. Apabila kita masih memiliki “peluru” (uang), kita bisa membeli lagi saham dengan harga yang lebih murah dengan harapan saham itu akan rebound di hari-hari berikutnya.

Tentu saja, pembelian itu perlu disertai dengan pertimbangan yang matang, tidak gegabah dan berpijak kepada analisa fundamental yang kuat. 

Seorang investor senior bernama Lo Keng Hong pernah berpesan seperti ini: invest in bad times and sell in good time. Penurunan IHSG kemarin karena efek virus corona adalah bad times….