Fatwa MUI tentang Aset Kripto, Riak Kecil di Lautan Pasar Bebas Cryptocurrency 

Date:

 Kabar mengejutkan hadir di pasar aset kripto baru-baru ini, yakni terbitnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebutkan bahwa aset kripto atau cryptocurrency sebagai komoditas dengan syarat tertentu sah diperjualbelikan, tetapi haram untuk dijadikan sebagai mata uang kripto.

Perdebatan dengan haram tidaknya aset kripto selama ini memang sudah cukup hangat. Terbitnya fatwa MUI ini seperti menyudahi perdebatan tersebut. Namun, terbitnya fatwa ini sekaligus juga menjadikan para trader atau investor di instrumen ini harus mengevaluasi kembali langkahnya selama ini.

Fatwa MUI sendiri sejatinya merupakan bentuk penegasan atas apa yang telah disampaikan sebelumnya oleh Bank Indonesia, yakni bahwa aset kripto tidak dapat dijadikan sebagai mata uang menggantikan rupiah di Indonesia.

Ketentuan tersebut juga tidak asal ditetapkan, sebab berlandaskan pada UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam regulasi tersebut telah diatur bahwa rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dengan demikian, fatwa MUI menegaskan posisi aset kripto bahwa aset tersebut sah-sah saja untuk dijadikan sebagai komoditas, walaupun dengan syarat tertentu. Namun, aset tersebut tidak boleh digunakan sebagai mata uang alternatif untuk aktivitas transaksi atau pembayaran di Indonesia.

MUI menjelaskan bahwa aset kripto yang hukumnya sah untuk diperjualbelikan sebagai komoditas yakni aset kripto yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas.

Dalam aktivitas transaksi komoditas, tentu terbuka potensi keuntungan dan kerugian sama seperti yang terjadi pada semua transaksi komoditas lainnya di pasar. Dalam hal itu, komoditas aset kripto dapat menjadi sarana untuk menghasilkan keuntungan dari transaksi jual beli.

Fatwa MUI tentu saja memiliki dampak yang signifikan, sebab MUI hingga kini masih menjadi rujukan bagi tindakan moral keagamaan mayoritas penduduk Indonesia. Kenyataan bahwa fatwa MUI tidak mengharamkan transaksi aset kripto sebagai komoditas tentu sangat melegakan.

Bagaimana tidak. Saat ini, investor di aset kripto jumlahnya sudah jauh lebih banyak dibandingkan jumlah investor di pasar modal Indonesia. Padahal, usia pasar modal Indonesia sudah jauh lebih tua, yakni 44 tahun, sedangkan aset kripto baru populer akhir-akhir ini.

Salah satu platform perdagangan aset kripto yakni Tokocrypto menyebutkan bahwa hingga Juli 2021, investor aset kripto di Indonesia sudah mencapai sekitar 7,5 juta pihak. Ini tentu belum memperhitungkan tambahan investor baru yang mendaftar pada bulan-bulan setelahnya hingga saat ini.

Menariknya, pada sejumlah berita yang beredar pertengahan tahun ini, disebutkan bahwa Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat jumlah investor aset kripto hingga Mei 2021 sudah menembus 6,5 juta pengguna di Indonesia, dengan nilai transaksi menembus Rp 370 triliun.

Itu berarti, hanya dalam waktu dua bulan, yakni Juni dan Juni 2021, terjadi peningkatan jumlah investor aset kripto sebanyak 1 juta investor baru.

Sementara itu, berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor di pasar modal berdasarkan single investor identification (SID) per akhir Oktober 2021 mencapai 6,76 juta. Jumlah ini memang melesat signifikan akhir-akhir ini, tetapi rupanya masih kalah cepat dibanding aset kripto.

Sebagai pembanding, pada bulan sebelumnya, atau September 2021, jumlah investor pasar modal Indonesia mencapai 6,43 juta. Artinya, sepanjang Oktober 2021 saja, ada peningkatan sebanyak 326.891 SID.

Jumlah investor di pasar modal Indonesia itu mencakup investor saham, reksa dana, dan obligasi atau surat berharga negara (SBN). Khusus investor saham saja, per Oktober 2021 jumlah adanya 3,09 juta SID, sedangkan khusus reksa dana ada 6,11 juta SID. Sementara itu, SBN hanya 588.329 SID.

Adapun, pada akhir 2017 lalu, jumlah investor di pasar modal Indonesia baru mencapai 1,12 juta dan hanya meningkat tipis menjadi 1,62 juta pada 2018. Peningkatan pesat baru terjadi sejak 2019 hingga saat ini, di mana kesadaran investasi masyarakat seolah meningkat pesat dalam sekejap.

Dengan jumlah investor sebanyak ini, tentu saja sangat penting untuk memastikan aktivitas mereka aman, sehingga kerugian yang terjadi semata-mata kerugian yang wajar karena dinamika pasar, bukannya karena hal-hal lain di luar itu yang bersifat kejahatan.

Sementara itu, kehadiran fatwa MUI tentu memberikan manfaat bagi ketenangan batin para pelaku di pasar instrumen investasi. MUI sudah banyak mengeluarkan fatwa untuk pasar modal, tetapi baru kali ini untuk aset kripto. Hal ini sudah sangat mendesak selama ini, sehingga syukurlah fatwa tersebut terbit.

Pelaku pasar aset kripto di Indonesia pun tampaknya menyambut dengan positif kehadiran fatwa tersebut, sebab tidak ada larangan bagi transaksi aset kripto. Justru, dengan kehadiran fatwa ini, calon pelaku pasar yang selama ini ragu untuk masuk, kini dapat lebih percaya diri untuk memulai investasinya.

Oleh karena itu, sangat besar kemungkinannya jumlah investor aset kripto akan bertumbuh lebih pesat lagi di masa mendatang. Apalagi, aset-aset baru di pasar kripto terus berdatangan dengan menawarkan model inovasi teknologi blockchain dan smart contract yang unik untuk persoalan-persoalan yang unik pula.

Sementara itu, kendati MUI mengharamkan penggunaan aset kripto sebagai mata uang di Indonesia, di beberapa negara lain aset kripto telah digunakan sebagai alternatif alat tukar. Hal itu menjadikan permintaan terhadap aset kripto juga meningkat, sehingga makin menghangatkan dinamika di pasar.

Pada akhirnya, mengingat transaksi aset kripto bersifat global atau tidak hanya terbatas di Indonesia, aktivitas penggunaan kripto di luar negeri akan turut berdampak terhadap hasil investasi kalangan investor aset kripto di Indonesia.

Sebagai contoh, Bitcoin sudah mulai diterima sebagai alat transaksi oleh beberapa perusahaan terkemuka di dunia. Selain itu, Mastercard juga berencana merilis kartu kredit yang terintegrasi dengan kripto sebagai alat pembayaran di Asia Pasifik.

Hal ini makin meningkatkan kepercayaan publik terhadap aset ini, meskipun mulanya tidak memahami apa sebenarnya aset kripto itu. Alhasil, aset kripto makin banyak diburu dan mendorong harganya naik menembus rekor dari waktu ke waktu.

Ditambah lagi dengan masifnya pemberitaan media, aset kripto menjadi hype baru dan banyak orang berbondong-bondong masuk hanya karena fear of missing out (FOMO). Kondisi ini makin meningkatkan popularitas aset kripto, sehingga tidak heran jika popularitasnya melampaui pasar modal.

Dinamika yang terjadi secara global ini berdampak pada peningkatan harga aset-aset kripto. Bagi investor asal Indonesia, meskipun tidak menggunakannya sebagai alat tukar, hasil keuntungan yang diperoleh dari peningkatan nilai sudah sangat menguntungkan.

Hanya saja, tentu dengan mengatakan bahwa investasi aset kripto berpotensi sangat menguntungkan, tidak lantas berarti mengabaikan fakta bahwa risikonya pun sangat tinggi. Sudah menjadi rahasia bersama bahwa aset kripto merupakan komoditas paling volatil di pasar saat ini.

Di Indonesia, aktivitas perdagangan aset kripto ini diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) di bawah Kementerian Perdagangan. Pengawasan ini penting untuk menghindari potensi risiko yang lebih besar di aset ini, terutama potensi tindak kejahatan.

Saat ini, hal yang patut diwaspadai bersama adalah maraknya kasus penipuan terkait investasi aset kripto maupun pedagang kripto yang bersifat ilegal. Inilah yang benar-benar berbahaya, sebab aktivitas ilegal ini menumpang popularitas aset kripto dan psikologi masyarakat yang FOMO dan tamak.

Oleh karena itu, Bappebti baru saja mengeluarkan Peraturan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik di Bursa Berjangka, untuk menegaskan kembali aturan main yang sah secara hukum terkait aset kripto.

Pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa aset kripto dapat diperdagangkan sebagai komoditi selama memiliki underlying ataupun manfaat yang jelas bagi masyarakat. Ini sudah sejalan dengan apa yang difatwakan oleh MUI.

Penegasan ini sangat masuk akal, sebab aset kripto sifatnya sangat volatil, sehingga penggunaanya sebagai mata uang akan sangat rentan dan berpotensi merugikan. Sulit untuk menjaga stabilitasnya seperti yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap rupiah.

Sementara itu, terkait underlying, sejatinya semua aset kripto memiliki aset yang menjadi dasar pembentukannya. Ada yang underlying-nya mudah dipahami dalam aset fisik seperti USDT, LGold, LSILVER, XSGD, dan ada juga yang underlying-nya berupa biaya penerbitannya seperti Bitcoin.

Bitcoin memiliki underlying berupa biaya penambangan Bitcoin untuk proses verifikasi dan penerbitan yang membutuhkan biaya listrik sebesar 150 TeraWatt per jam-nya. Dengan kata lain, tiap aset kripto tidak muncul begitu saja tanpa alasan dan dasar yang jelas.

Sementara itu, Indonesia juga akan segera meluncurkan dan melegalkan bursa kripto Indonesia. Pada prinsipnya, kehadiran regulasi, fatwa, dan pengawasan terhadap aset kripto di Indonesia makin memperkuat legitimasi instrumen ini di Indonesia, tanpa perlu mengakuinya sebagai alat tukar.

Namun, terlepas dari kehadiran regulasi, pengawasan, dan fatwa ini, pada kenyataannya karakter investasi aset kripto selama ini sudah cenderung sangat unik. Hal ini terutama karena aset ini adalah aset global, beda dengan saham, reksa dana, atau SBN yang terbatas pada aset-aset lokal.

Komunitas pasar kripto sejak awal terbentuk cenderung tidak begitu memedulikan regulasi atau aturan. Hal ini sejalan dengan sifat aset kripto sendiri yang anonim dan sejatinya merupakan penantang terhadap status quo atau instrumen yang sudah populer di dunia.

Sebagai contoh, pencipta Bitcoin hingga kini masih belum diketahui dengan pasti identitasnya. Kehadirannya juga bertujuan untuk menghadirkan transaksi yang terdesentralisasi dan terenkripsi, sebagai alternatif dari fungsi perbankan yang cenderung tersentralisasi.

Teknologi blockchain juga menyulitkan siapapun untuk dapat meretas atau memalsukan transaksi yang terjadi, sehingga secara teoritis jauh lebih aman dibandingkan transaksi biasa di sistem perbankan. Justru karakternya yang disruptif dan menantang kemapanan inilah yang menjadikan instrumen ini menarik.

Dengan demikian, meskipun kehadiran fatwa MUI tentu menjadi kabar baik yang melegakan, dinamika di pasar aset kripto tampaknya akan tetap baik-baik saja. Lagi pula, pasar aset kripto ini seluas dunia, sehingga riak-riak kecil yang terjadi di Indonesia boleh jadi tidak akan begitu besar dampaknya.