Investasi Reksa Dana: Halal atau Haram?

Date:

[Waktu baca: 6 menit]

Bagi sebagian orang, salah satu pertimbangan sebelum berinvestasi adalah apakah instrumen investasi tersebut halal atau haram menurut ajaran Islam.

Apakah investasi reksa dana halal atau haram? Pertanyaan ini sering diajukan oleh investor sebelum memutuskan berinvestasi.

Salah satu rujukan yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan itu adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI)  Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah.

Fatwa MUI itu memberi lampu hijau dalam berinvestasi reksa dana, khususnya reksa dana syariah, dengan berbagai mekanisme yang disesuaikan dengan ajaran Islam. Fatwa itu mengatur hubungan, hak dan kewajiban pihak yang terlibat: bank kustodian, manajer investasi dan investor.

Reksa dana syariah, seperti yang dimaksud dalam Fatwa MUI itu, berbeda dari reksa dana konvensional. Perbedaan itu umumnya dapat dicermati dari tiga hal: portofolio efek masuk ke dalam Daftar Efek Syariah (DES), adanya Dewan Pengawas Syariah hingga proses pembersihan atau pemurnian (cleansing).

Reksa Dana Syariah

Apakah reksa dana syariah tersedia bagi investor Indonesia? Ya dan jumlahnya semakin banyak dalam beberapa tahun terakhir.

Data Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana syariah kian besar dari tahun ke tahun dan porsinya terhadap seluruh NAB reksa dana di Indonesia (termasuk reksa dana konvensional) semakin besar.

Pada 2015, jumlah produk reksa dana syariah sebanyak 93 dengan NAB Rp11 triliun sedangkan pada Oktober 2020 mencapai 284 dengan NAB Rp71 triliun. Perkembangan reksa dana syariah ini terjadi seiring peningkatan permintaan produk keuangan syariah di Indonesia.

Bagaimana cara membedakan produk reksa dana syariah dan reksa dana konvensional?

Dari sudut pandangan investor, salah satu cara mudah untuk mengenali reksa dana syariah adalah dari namanya. Hampir semua produk reksa dana syariah mencantumkan nama "syariah" dalam produknya.

Seperti sudah disebut di atas, reksa dana syariah mengikuti kaidah tertentu dalam pengelolaan portofolionya dimana penempatan dana hanya dilakukan di instrumen investasi syariah. Sebagai contoh, reksa dana saham syariah.

Reksa dana saham syariah hanya menempatkan dananya di saham yang masuk ke dalam DES yang dirilis secara berkala OJK. Dengan kata lain, reksa dana syariah hanya berinvestasi di saham syariah. Apa yang dimaksud saham syariah?

Ada dua jenis saham syariah yang diakui di pasar modal Indonesia. Pertama, saham yang dinyatakan memenuhi kriteria seleksi saham syariah berdasarkan peraturan OJK Nomor 35/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.

Kedua adalah saham yang dicatatkan sebagai saham syariah oleh emiten atau perusahan publik syariah berdasarkan peraturan OJK No. 17/POJK.04/2015.  Penjelasan lebih lengkap mengenai saham syariah bisa disimak di artikel berikut: Mengenal 3 Indeks Saham Syariah di Indonesia

DPS dan Cleansing

Selain DES, pengelolaan reksa dana syariah juga melibatkan Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS itu biasanya memberikan pernyataan kesesuaian syariah hingga nasehat dan saran mengenai reksa dana syariah kepada manajer investasi.

Anggota DPS ini biasanya orang-orang yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan spesifik mengenai ekonomi hingga hukum syariah. Anggota DPS juga biasanya memberikan masukan mengenai penggunaan dana hasil pembersihan (cleansing).

Cleansing adalah pembersihan pendapatan yang diperoleh reksa dana dalam proses investasi supaya pendapatannya sesuai syariah Islam. Dana hasil pembersihan itu biasanya digunakan untuk berbagai keperluan, biasanya untuk amal.

Dengan berbagai proses itu, mulai dari proses pemilihan efek sesuai DES, keberadaan DPS, proses cleansing hingga adanya Fatwa MUI, investasi reksa dana syariah adalah kegiatan yang halal hukumnya sesuai syariah Islam.