Jurus B.J. Habibie Pulihkan Rupiah

Date:

Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie, baru saja berpulang pada usia ke-83 tahun.

BJ Habibie merupakan salah satu tokoh teknologi nasional, khususnya di bidang aeronautika. Selama puluhan tahun berkarir dalam bidang inovasi teknologi, berbagai prestasi telah ditorehkan. Di sepanjang karirnya, baik di dalam negeri maupun di negara asing, beliau punya 46 hak paten di bidang teknologi dan sains.

Sebagai salah satu putra bangsa yang punya kecerdasan di atas rata-rata, beliau diminta langsung oleh Presiden Soeharto pulang ke Indonesia pada tahun 1973 untuk ikut serta dalam membangun Indonesia melalui inovasi di bidang teknologi.

Menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi RI (Menristek RI) sejak tahun 1978 hingga 1998, BJ Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden pada Maret 1998. BJ Habibie yang punya latar belakang sebagai teknolog, dilantik sebagai Presiden RI pada Mei 1998 menggantikan Pak Harto yang harus turun karena tekanan publik.

Krisis Finansial Asia 1997

Apesnya, BJ Habibie punya tanggung jawab berat untuk menggantikan peran Pak Harto sebagai Presiden, yaitu diwarisi ketidakstabilan ekonomi akibat krisis moneter Asia pada tahun 1997/1998.

Krisis ini awalnya dipicu oleh ketidakmampuan Thailand untuk membayar utang luar negerinya, kemudian krisis ini menyebar di sebagian besar negara Asia Tenggara dan Jepang. Kondisi krisis telah menyebabkan pasar modal Indonesia ambruk, inflasi meningkat tajam, pertumbuhan ekonomi negatif, dan nilai ekspor turun drastis.

Bahkan belum sebulan BJ Habibie dilantik, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS mencapai angka Rp16,800 per dolar AS, atau titik nilai tukar terburuk sepanjang sejarah Republik Indonesia. Hal ini disebabkan oleh keluarnya arus modal asing dari Indonesia dalam jumlah yang signifikan karena ketidakpercayaan investor terhadap kualitas fundamental ekonomi Indonesia pada saat itu.

Nilai tukar Rupiah yang terpuruk berimbas pada meningkatnya risiko kebangkrutan perusahaan swasta nasional. Saat itu, utang sektor swasta didominasi oleh utang luar negeri, atau utang dengan mata uang dolar AS.

Nilai tukar rupiah yang terus melemah turut membuat beban utang perusahaan swasta membengkak.

Contoh sederhananya, apabila perusahaan berutang sebesar 10 USD, perusahaan harus membayar beban sebesar 1 USD setiap tahun sebagai bunga utang. Jika nilai tukar masih di level Rp2,500 per dolar AS sebelum krisis, perusahaan hanya perlu membayar sebesar Rp2,500 setiap tahun sebagai bunga utang.

Sedangkan ketika krisis, perusahaan harus membayar sebesar Rp16,800 setiap tahunnya sebagai beban bunga. Sehingga beban utang perusahaan naik sebesar lebih dari 500% dalam waktu kurang dari 2 tahun. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan swasta kolaps saat itu karena tidak mampu membayar kewajiban utangnya.

Mr. Crack

Sebagai seorang teknolog, yang sama sekali tidak punya latar belakang di bidang ekonomi, termasuk sentimen negatif publik yang mengatakan bahwa beliau “satu paket” dengan Pemerintahan Orde Baru, membuat banyak pihak meragukan beliau bisa menghadirkan solusi atas kondisi krisis yang dialami Indonesia pada saat itu.

Mengharapkan seorang teknolog untuk meredakan krisis ekonomi, tentu sama gilanya dengan mengharapkan seorang politisi untuk memimpin federasi sepak bola nasional.

Namun, menjawab kritik, BJ Habibie berhasil membalikkan pandangan skeptis tersebut.

Semasa kepemimpinannya, ekonomi secara berangsur-angsur mulai kembali bergairah. Di akhir masa pemerintahannya, BJ Habibie bahkan berhasil menumbuhkan kembali ekonomi sebesar 0.79% pada tahun 1999, setelah pada tahun 1998 anjlok sebesar -13.13%.

Tidak hanya pertumbuhan ekonomi, beliau juga berhasil membuat nilai tukar rupiah menguat secara perlahan hingga mencapai di angka Rp6,500 per dollar AS di era kepemimpinannya.

Perlu dicatat, nilai tukar Rupiah di level Rp6,500 per Dollar AS adalah posisi terkuat mata uang RI setelah masa pemerintahan Orde Baru. Bahkan tidak satupun Presiden RI setelah Presiden BJ Habibie yang mampu menyamai level nilai tukar ini.

Langkah Pemerintahan BJ Habibie Menghadapi Krisis

Menghadapi krisis, Pemerintah era Presiden BJ Habibie mengambil berbagai langkah strategis untuk kembali mendongkrak nilai rupiah.

Pertama, Pemerintah membentuk aturan mengenai restrukturisasi sektor perbankan untuk menyelamatkan banyaknya perbankan yang kolaps. Aturan dibuat agar kepercayaan masyarakat akan perbankan kembali pulih, sehingga masyarakat kembali menyimpan uangnya di bank.

Sebagai informasi, Bank Mandiri adalah salah satu produk dari aturan restrukturisasi ini. Bank Mandiri dibentuk pada Oktober 1998 yang merupakan penggabungan dari empat bank milik Pemerintah yang terdampak akibat kondisi krisis. Yaitu Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bank Pembangunan Indonesia.

Kemudian, Pemerintah memutuskan untuk memisahkan Bank Indonesia (BI) dari Pemerintah. Tujuannya adalah agar BI dapat menjadi lembaga yang independen dan bebas dari kepentingan politik Pemerintah dalam menjalankan fungsinya. Sehingga BI tidak bisa lagi ditekan oleh Pemerintah seperti pada masa Orde Baru.

Aturan pemisahan BI dari struktur kabinet ini membuat BI bisa bekerja secara mandiri dalam mengelola kebijakan moneter hingga saat ini.

Lalu, Presiden BJ Habibie saat itu juga menolak keras rekomendasi IMF yang mendorong Indonesia agar menghilangkan subsidi BBM dan listrik. BJ Habibie tidak setuju karena inflasi Indonesia saat itu sangat tinggi. Sehingga untuk mengendalikan inflasi, beliau memilih untuk mempertahankan subsidi agar daya beli masyarakat tetap terjaga setelah terpuruk akibat krisis. Terbukti, tingkat inflasi mampu ditekan secara perlahan di akhir Pemerintahannya.

Ditambah lagi, Pemerintah juga membentuk lembaga penyelesaian masalah utang luar negeri serta mengesahkan UU anti monopoli dan perlindungan konsumen untuk menciptakan kondisi ekonomi yang kondusif.

Seluruh kebijakan tersebut terbukti berhasil membuat rupiah menguat terhadap dolar hingga di akhir masa pemerintahannya. Secara perlahan, investor kembali menanamkan modalnya di Indonesia dan roda perekonomian kembali berputar. Hingga akhirnya istilah “krisis” telah berubah menjadi “pasca krisis”.

BJ Habibie telah membuktikan bahwa seorang bapak teknologi nasional mampu menyelamatkan kondisi ekonomi nasional dari turbulensi parah.

Keberhasilan beliau menghadapi krisis membuat seorang BJ Habibie saat itu dikenal sebagai “Pemimpin di kala krisis” oleh media internasional.

Sosok BJ Habibie merupakan lambang dari suatu keberhasilan. Mr. Crack has cracked down the monetary crisis.

Terima kasih, Mr. Get the Job Done.

Selamat jalan, pionir.

Selamat jalan, Pak Habibie.

 

 

 

Sumber foto: Merdeka.com.