Kilau Emas dan Emiten Penambang Emas 2021

Date:

[Waktu baca: 7 menit]

Harga emas melambung sangat tinggi sepanjang 2020 sebab instrumen ini menjadi sasaran investasi banyak investor, di tengah penurunan kinerja aset investasi lain.

Emas memang dianggap sebagai instrumen lindung nilai yang paling efektif, sehingga dianggap sebagai instrumen safe haven, atau aman untuk dimiliki, sebab harganya cenderung selalu meningkat dari waktu ke waktu.

Berikut ini perkembangan harga emas Antam per gram pada akhir tahun dalam beberapa tahun terakhir:

*Harga per 24 Desember 2020

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa harga emas memang sempat turun sangat dalam pada 2013 setelah kenaikan yang cukup tinggi pada 2012. Namun, setelahnya harga emas cenderung terus meningkat setiap tahun. Puncak peningkatan terjadi tahun ini, dengan kenaikan lebih dari 20%.

Harga emas 2020 bahkan sempat meningkat lebih tinggi hingga lebih dari Rp1 juta per gram, sebelum akhirnya mulai mereda seiring dengan sentimen penemuan vaksin. Namun, akhir-akhir ini harganya mulai naik lagi setelah sempat turun hingga ke level Rp938.000 per gram pada awal Desember 2020.

Lantas, apakah pada 2021 nanti harga emas akan kembali meningkat ataukah justru turun lagi? Seberapa besar potensi peningkatan atau penurunannya? Sentimen apa saja yang berpengaruh terhadap pergerakan harganya? Lalu, bagaimana dengan kinerja emiten-emiten produsen emas?
Mari kita ulas.

Sentimen Pendongkrak Harga Emas

Salah satu sentimen yang penopang bagi berlanjutnya kenaikan harga emas, bahkan hingga tahun depan, adalah disepakatinya stimulus ekonomi bernilai jumbo oleh pemerintah Amerika Serikat, yakni mencapai US$900 miliar, pada Sabtu (19 Desember 2020) waktu AS.

Disepakatinya paket stimulus ini oleh Kongres Amerika Serikat sangat penting, sebab paket stimulus sebelumnya akan segera berakhir pada 1 Januari 2021. Dengan berlanjutnya stimulus, artinya dana yang akan bergulir di sistem perekonomian global menjadi meningkat.

Hal ini biasanya akan melemahkan dolar terhadap mata uang lainnya, seiring kecenderungan aliran dana investasi ke negara-negara lain. Sebagai lawan dari emas, pelemahan dolar akan mendorong kenaikan harga emas.

Selain itu, banjir dana juga akan mendorong inflasi, sehingga emas menjadi cocok dipilih untuk lindung nilai melawan inflasi. Kecenderungan peningkatan inflasi juga didukung oleh tren suku bunga acuan rendah yang dilakukan oleh bank sentral di banyak negara dunia.

Bunga acuan rendah bisa mendorong orang menarik dana simpanannya atau meminta kredit baru dari bank untuk kegiatan yang lebih produktif. Hal ini diharapkan akan mendorong perekonomian dan memacu inflasi.

Semula, pemerintah AS mengusulkan paket stimulus ekonomi senilai US$1,5 triliun hingga US$2,2 triliun. Hanya saja, proses kesepakatan berlangsung alot sehingga akhirnya dicapai titik kesepakatan antara kubu Republik dan Demokrat senilai US$900 miliar.

Selain paket stimulus khusus dalam rangka pandemi tersebut, disepakati juga anggaran pemerintah reguler beserta stimulus pajak untuk korporasi senilai US$1,4 triliun.

Bersama dengan itu, disepakati pula bahwa The Fed, yakni bank sentral AS, bisa memberikan bantuan stimulus darurat pada sistem keuangan AS tanpa perlu mendapatkan persetujuan lagi dari Kongres.

Selain faktor stimulus AS, harga emas cenderung akan makin meningkat pula jika ketidakpastian terkait berakhirnya pandemi terus meningkat. Akhir-akhir ini, kondisi pandemi terus memburuk dan memaksa beberapa negara kembali memberlakukan lockdown.

Di Indonesia, pemerintah bahkan sangat membatasi perjalanan liburan dalam rangka Natal dan Tahun Baru dengan mewajibkan rapid test antigen atau PCR bagi masyarakat yang hendak bepergian lintas daerah.

Jika pandemi tak kunjung usai, maka permintaan terhadap aset safe haven ini cenderung akan terus meningkat sehingga mendorong kenaikan harganya lebih tinggi. Hal ini akan didukung juga oleh berlanjutnya gangguan produksi emas di sejumlah negara akibat pembatasan aktivitas, sehingga pasokan emas berkurang.

Sepanjang 2020,  pasokan emas terganggu karena pembatasan kerja di area tambang emas pada sejumlah negara penambang emas, seperti Meksiko, Peru, dan Afrika Selatan.

Sentimen Penekan Harga Emas

Reli harga emas kemungkinan akan mereda jika kondisi ekonomi global sepanjang 2021 terus membaik dari waktu ke waktu, apalagi apabila distribusi vaksin terbukti efektif menekan penyebaran pandemi Covid-19.

Adapun, ekspektasi global terhadap pemulihan ekonomi pada 2021 cukup tinggi. Jika hal itu benar terealisasi, maka besar kemungkinan kenaikan harga emas sepanjang 2021 tidak akan setinggi 2020. Tentu terbuka juga peluang penurunan harga emas jika kondisi pemulihan ekonomi benar-benar signifikan.

Hanya saja, menimbang besarnya luka ekonomi yang ditimbulkan pandemi, tentu akan butuh waktu lebih panjang sebelum perekonomian global benar-benar pulih seperti semula.

Jika kondisi ekonomi membaik, investor akan mulai optimistis bahwa kinerja perusahaan-perusahaan akan membaik. Alhasil, mereka akan mulai kembali membeli saham-saham perusahaan tersebut dan meninggalkan aset yang aman seperti emas. Dengan begitu, harga emas pun akan turun.

Prospek Emiten Penambang Emas

Berita kesepakatan Kongres AS terhadap paket stimulus lanjutan turut mendorong kinerja saham emiten produsen emas di dalam negeri. Dalam sebulan terakhir, harga saham emiten-emiten tersebut sudah meningkat cukup tinggi.

Berikut ini perkembangan harga saham emiten-emiten produsen emas per Rabu (23 Desember 2020) berdasarkan data RTI:

Dari data tersebut, terlihat bahwa kinerja seluruh emiten produsen emas meningkat pesat tahun ini, khususnya dalam 6 bulan terakhir. Saham SQMI dan ANTM bahkan melonjak hingga ratusan persen dalam kurun waktu hanya 6 bulan.

Peningkatan pesat pada semua saham produsen tambang terjadi dalam satu bulan terakhir, terutama akibat sentimen positif disepakatinya paket stimulus lanjutan AS untuk menanggulangi dampak Covid-19.

Lantas, jika nantinya harga emas 2021 justru tidak naik setinggi tahun ini, apakah masih ada peluang kinerja saham emiten-emiten produsen emas ini akan tetap meningkat ataukah justru malah akan terkoreksi?

Secara umum, kenaikan harga saham produsen tambang tahun ini mencerminkan ekspektasi atas kinerjanya tidak saja pada tahun ini, tetapi lebih banyak pada tahun depan. Untuk emiten penambang emas, umumnya kontrak atas harga jual emas tahun ini sudah ditentukan tahun 2019 lalu.

Alhasil, meskipun ada kenaikan harga emas yang signifikan tahun ini, hal itu tidak otomatis menyebabkan harga jual produksi emasnya pun ikut meningkat. Justru, secara umum kinerja emiten-emiten penambang emas turun sepanjang tahun ini karena volume produksi berkurang.

Namun, untuk kontrak tahun depan, harga jual sudah mengikuti kondisi harga terkini di pasar tahun ini, sehingga tentu lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Oleh karena itu, besar kemungkinan kinerja keuangan emiten penambang emas akan lebih baik tahun depan.

Bahkan meskipun harga emas akan turun lagi pada 2021, sejumlah analis memperkirakan harganya tidak akan turun terlalu dalam hingga mencapai seperti level pada tahun 2019. Artinya, kinerja penjualan produsen emas secara umum dapat diharapkan akan membaik tahun depan.

Adapun, berikut ini kinerja pendapatan keenam emiten tersebut per September 2020 (Rp miliar):

*) pendapatan dalam dolar dirupiahkan berdasarkan kurs pada laporan keuangan
+) Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2020

Dari data tersebut, terlihat bahwa kinerja emiten-emiten penambang emas secara umum kompak menurun, kecuali saham SQMI yang memang pada 2019 belum membukukan pendapatan. Sementara itu, emiten perhiasan emas HRTA justru menikmati kenaikan pendapatan karena kenaikan harga jual emas.

Sementara itu, berikut ini kinerja laba keenam emiten tersebut (Rp miliar):

*) pendapatan dalam dolar dirupiahkan berdasarkan kurs pada laporan keuangan
+) Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2020

Dari data tersebut, terlihat bahwa mayoritas emiten produsen emas menderita penurunan laba, bahkan rugi sepanjang tahun ini. Kinerja PSAB justru berbalik rugi, sedangkan rugi SQMI mulai mengecil. Hanya ANTM dan HRTA yang masih bisa menikmati kenaikan laba.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kinerja saham emiten-emiten produsen emas tahun ini relatif tidak sejalan dengan kinerja keuangannya, tetapi lebih banyak mencerminkan ekspektasi atas kinerjanya di masa mendatang.

Apakah tahun 2021 nanti kinerja mereka akan benar-benar membaik? Semoga saja.
 
 

Tags: