Memahami Pengaruh Ucapan Pejabat ke Harga Saham

Date:

DALAM sebuah esainya, profesor keuangan dari Wharton School di Universitas Pennsylvania, Jeremy J. Siegel menyatakan ada dua faktor utama yang mempengaruhi harga saham.

Dua faktor itu adalah keuntungan dan tingkat suku bunga. Keuntungan yang dimaksud adalah keuntungan perusahaan yang akan menentukan besaran dividen yang akan diberikan kepada pemegang saham.

Sementara itu, tingkat suku bunga adalah tingkat suku bunga acuan yang ditetapkan oleh bank sentral. Di Indonesia, tingkat suku bunga itu dikenal sebagai BI Rate atau kini dikenal dengan nama resmi BI 7 Day Reverse Repo Rate.

Keuntungan perusahaan dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal perusahaan (struktur biaya, strategi bisnis, sumber daya) maupun faktor eksternal (persaingan, iklim industri, kebijakan pemerintah).

Suka atau tidak, nasib sebuah bisnis turut dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Di Indonesia, tidak sedikit, jika bukan semua, sektor yang bisnisnya sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.

Bagi perusahaan yang sahamnya dapat ditransaksikan di Bursa Efek Indonesia, kebijakan pemerintah bukan hanya mempengaruhi kinerja perusahaan, tapi juga kinerja harga saham. 

Kinerja saham tidak jarang dianggap merefleksikan kinerja perusahaan kendati tidak selalu demikian. Kinerja saham yang relatif meningkat menunjukkan kinerja perusahaan yang juga relatif bertumbuh.

Kebijakan pemerintah biasanya diwujudkan dalam bentuk regulasi. Dalam prakteknya, kebijakan pemerintah sering disampaikan kepada publik secara lisan oleh pejabat terkait melalui media massa sebelum regulasi itu dibuat.

Dalam banyak kasus, setelah pejabat pemerintah “membuka mulut”, harga saham yang terkait dengan isu yang diucapkan itu kemudian bereaksi, entah naik atau turun.  Apakah ucapan pejabat mempengaruhi harga saham? 

Berikut ini sejumlah contoh kasus bagaimana harga saham bergerak drastis setelah pejabat pemerintah pusat melontarkan pernyataan yang kemudian disiarkan secara luas oleh media massa.

Contoh 1: Isu Harga Gas 

Di bidang industri, salah satu perhatian pemerintah saat ini adalah harga gas untuk industri. Pemerintah pusat ingin harga gas menjadi lebih kompetitif atau lebih rendah dibandingkan dengan pada saat ini yang dianggap mahal. Pemberitaan terakhir menunjukkan pemerintah ingin harga gas turun pada Maret 2020.

Pada dasarnya, pemerintah ingin harga gas untuk industri diturunkan supaya industri bisa lebih efisien. Kendati Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi yang menetapkan harga gas bumi sebesar US$6 per MMBTU, harga gas belum turun.

Pada Oktober-November 2019, isu harga gas menjadi perbincangan di kalangan industri. Perbincangan itu menyusul beredarnya surat dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk., yang berencana menaikkan harga jual gas kepada industri.

Dengan kata lain, di satu sisi, pemerintah ingin menurunkan harga gas. Di sisi lain, PGN sebagai perusahaan yang menyalurkan gas bumi kepada pelanggan, berencana menaikkan harga jual gas dengan sejumlah alasan.

Isu itu kemudian bergulir dan menjadi bahan pertanyaan wartawan kepada pemerintah pusat. Wartawan bertanya mengenai isu itu secara langsung kepada Presiden di Istana Merdeka, Jakarta.

Kebetulan, pada sebuah siang, Jumat 1 November 2019, Presiden mengajak wartawan yang biasa meliput di lingkungan Istana Kepresidenan untuk berbicara tentang sejumlah hal. 

Salah satu wartawan kemudian bertanya bagaimana sikap Presiden mengenai harga gas. Setelah menjelaskan mengenai kondisi gas dalam negeri, Presiden menyatakan dirinya telah memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif untuk menjadikan harga gas bumi “lebih efisien”.  

Presiden juga memperjelas sikapnya: harga gas tidak naik. 

Pada saat Presiden menyampaikan pernyataannya, jam menunjukkan pukul 15.10 WIB. Tidak lama setelah itu, pernyataan Presiden diberitakan secara luas oleh wartawan yang hadir dalam pertemuan di Istana Merdeka itu.

Apa yang terjadi? Harga saham PGAS, kode untuk PGN, terjun bebas 7,1% pada pukul 15.22 WIB. Sampai penutupan perdagangan hari itu, harga saham gas PGAS turun 12,3% dibandingkan dengan 31 Oktober 2019. 

Grafik harga saham PGAS. Perhatikan tanda panah yang menunjukkan penurunan drastis harga PGAS pada 1 November 2019. (Grafik dari Yahoo Finance)

Dengan kata lain, kapitalisasi pasar PGAS amblas sebesar Rp6 triliun kurang dari 1 jam pada 1 November 2019! Bloomberg menyebut penurunan dalam 2 hari (31 Oktober-1 November 2019) merupakan penurunan terbesar sejak 2008.

Sekitar dua bulan kemudian atau Senin, 6 Januari 2020, Presiden menggelar rapat terbatas membahas harga gas untuk industri. Jokowi kembali meminta para menteri untuk mengkalkulasi harga gas agar lebih kompetitif.

Dalam rapat itu, Jokowi menyatakan ada dua pilihan: melindungi industri atau melindungi pemain gas. Jokowi sempat terdiam sejenak saat menyampaikan kata pengantar itu. “Saya tadi mau ngomong yang kasar tapi nggak jadi,” kata Jokowi.

Apa yang terjadi dengan saham PGAS? Keesokan harinya, harga saham PGAS turun 2,32%.

Contoh 2: Isu Cukai Rokok

Cukai Rokok Batal Naik 

Pada sebuah siang yang cerah, Presiden menggelar pertemuan menteri-menterinya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat pada Jumat, 2 November 2018. Salah satu menteri yang hadir adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Dalam rapat itu, sejumlah isu dibahas, termasuk cukai rokok. Setelah selesai rapat dan keluar dari gedung Istana Bogor, Sri Mulyani dicegat wartawan dan ditanyai berbagai hal mengenai hasil rapat. 

Sri Mulyani menyatakan dengan jelas: cukai rokok tidak naik untuk 2019.

Tidak lama setelah berita keluar sekitar pukul 13.00 WIB, harga-harga saham rokok seperti GGRM (PT Gudang Garam Tbk.) dan HMSP (PT HM Sampoerna Tbk.) langsung bereaksi pada sesi II perdagangan pukul 14.00 WIB. 

Di hari itu, harga saham HMSP menanjak hingga 4,1%. Kapitalisasi pasar (harga saham dikali jumlah saham yang beredar) HMSP —salah satu yang terbesar di Bursa Efek Indonesia— meningkat hingga Rp17,4 triliun! Harga saham HMSP naik karena banyak permintaan terhadapnya.

Sama seperti HMSP, saham GGRM juga terbang sebesar 6,6% setelah berita itu dapat dibaca di internet. Kapitalisasi pasar dari perusahaan yang memiliki pabrik di Kediri, Jawa Timur itu, langsung bertambah lebih dari Rp9 triliun pada hari itu.

Cukai Rokok Naik

Kurang dari satu tahun setelah berita cukai rokok tidak naik, pemerintah kembali menggelar rapat untuk membahas cukai rokok tahun 2020 pada Jumat, 13 September 2019. Kali ini keputusannya berbeda: cukai rokok naik dengan besaran hingga 23%!

Keputusan itu diumumkan oleh Sri Mulyani sekitar pukul 15.45 WIB. Mengingat wartawan perlu membuat transkrip dan mengetik, berita mengenai cukai rokok baru keluar sekitar pukul 16.00 WIB sore itu ketika pasar saham hendak ditutup.

Harga saham GGRM dan HMSP tampak “baik-baik saja” pada 13 September 2019. Namun, hari perdagangan berikutnya pada Senin 16 September 2019, pasar bereaksi negatif terhadap berita-berita mengenai cukai rokok itu.

Grafik harga saham GGRM. Perhatikan tanda panah yang menunjukkan penurunan drastis harga GGRM pada 16 September 2019. (Grafik dari Yahoo Finance)

Harga saham GGRM anjlok 20,63% menjadi Rp54.600 (dari Rp68.800) pada hari itu. Harga saham HMSP meluncur 18,21% menjadi Rp2.290 (dari Rp2.800) pada hari yang sama. Kapitalisasi pasar dua perusahaan itu menyusut puluhan triliun Rupiah dalam sehari.

Cukai rokok menjadi sentimen yang sensitif karena hal tersebut diprediksi mempengaruhi kinerja perusahaan. Oleh karena itu, investor saham bereaksi atas pernyataan pejabat mengenai naik atau tidaknya cukai rokok.

Pengaruh Informasi 

Dua contoh di atas menunjukkan bahwa pernyataan pejabat yang menjadi berita media massa kemungkinan memiliki pengaruh terhadap pergerakan harga saham. Seberapa kuat dan seberapa lama pengaruh itu tentu saja masih perlu diteliti lagi. 

Namun, pelajaran penting yang dapat diambil dari peristiwa itu adalah harga saham dapat bereaksi karena ada sebuah aksi. Berbagai contoh itu mengingatkan bahwa investor saham harus memantau berbagai berita terkini mengenai kebijakan pemerintah.

Pemantauan itu perlu dilakukan supaya investor saham memiliki informasi yang cukup dalam pengambilan keputusan transaksi saham. Pada saat ini, internet cukup membantu dalam penyebarluasan informasi.

Seperti yang disebut oleh Jeremy J.Siegel, keuntungan perusahaan adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi harga saham. Pesan Jeremy itu perlu diingat: apapun yang mempengaruhi keuntungan perusahaan, termasuk kebijakan pemerintah, perlu menjadi perhatian bersama.