Memotret Bisnis Paling Terdampak Pandemi: Hotel

Date:

[Waktu baca: 5 menit]

Bisnis apa yang paling terdampak pandemi virus corona di Indonesia? Salah satunya adalah hotel. Pandemi ini mengerek turun pendapatan hotel sekaligus berdampak terhadap kesejahteraan para pegawainya.

Bagaimana hotel terdampak pandemi? Salah satunya adalah perilaku masyarakat yang mengurangi berpergian sebagai bagian dari upaya mengantisipasi penularan virus corona.

Berpergian, termasuk berpergian ke luar kota atau luar negeri, menjadi aktivitas yang frekuensinya dikurangi oleh banyak orang. Kegiatan berlibur juga tidak semarak sebelum pandemi sehingga hotel menjadi sepi bahkan tutup.

Sebelum pandemi, masyarakat berpergian ke luar rumah tanpa dibayangi rasa takut tertular virus mematikan. Saat pandemi, masyarakat berpergian dengan rasa khawatir tertular virus, termasuk di hotel tempat mereka menginap.

Kemungkinan tertular virus di hotel bukan isapan jempol. Kementerian Kesehatan Singapura pernah mengungkapkan adanya 13 orang yang terpapar virus corona karena menginap di suatu hotel mewah di Singapura. Penularan itu terjadi diduga karena tamu menggunakan handuk dan seprei yang disediakan pihak hotel.

Di samping itu, berbagai kegiatan yang melihatkan banyak orang sehingga menimbulkan kerumunan seperti rapat kantor, pesta pernikahan, pesta ulangtahun, konser dan sebagainya yang juga biasa digelar oleh berbagai pihak (individu atau organisasi) di hotel juga kian berkurang.

Padahal, penyewaan ruangan non-kamar (atau yang biasa dikenal dengan MICE/meeting, incentives, conference, exhibition) seperti aula, ballroom, restoran atau kolam renang juga merupakan penyumbang pendapatan yang besar bagi pihak hotel. Dengan kata lain, pandemi berdampak terhadap lini bisnis hotel seperti penyewaan kamar dan non-kamar.

Hotel, tempat menginapnya orang dari berbagai latar belakang, kemudian dihindari oleh banyak orang. Sama seperti berbagai tempat yang bisa diakses oleh orang banyak, hotel dikhawatirkan menjadi tempat yang berbahaya bagi kesehatan.

Persepsi ini tidak juga lekang di benak banyak orang kendati hotel telah menerapkan protokol kesehatan yang ketat seperti proses disinfektan ruangan. Persepsi ini barangkali bisa benar-benar lenyap ketika wabah telah berakhir.

Baca juga: Upaya Bisnis Coworking Space Menjaga Eksistensi Saat Pandemi

Seberapa Parah Dampak Pandemi ke Bisnis Hotel?

Data Produk Domestik Bruto (PDB) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dapat membantu memahami seberapa parah dampak pandemi terhadap bisnis hotel. Kontraksi PDB sektor akomodasi dan makan minum dimana hotel terdapat di dalamnya paling parah terjadi pada kuartal II/2020.

Saat itu, PDB sektor akomodasi dan makan minum terkontraksi sebesar 21,97% atau kedua terparah setelah sektor transportasi dan pergundangan yang terkontraksi sebesar 30%. Seperti diketahui, kuartal II adalah kuartal terparah dalam perekonomian berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.

Setelah pengumuman kasus positif pertama pada awal Maret 2020, pemerintah kemudian merilis berbagai kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mencegah dan melarang masyarakat untuk berpergian, termasuk mudik Idul Fitri, pada kuartal II/2020.

Akibatnya jelas, tingkat hunian hotel menurun. Jika sebelum pandemi tingkat hunian hotel sebesar 40%-50%, pandemi mengakibatkan tingkat hunian hotel hanya belasan persen seperti yang terekam dalam data tingkat hunian hotel 2020 versi BPS berikut ini:

Tingkat Hunian Hotel Januari-Juni 2020

Namun, PDB sektor akomodasi dan makan minum perlahan membaik pada kuartal berikutnya yaitu kuartal III/2020 dan kuartal IV/2020 kendati belum kembali ke level pra-pandemi. Menurut data BPS, kontraksi sektor itu berkurang menjadi minus 11,81% (kuartal III/2020) dan minus 8,88% (kuartal IV/2020).

Dari sisi konsumsi, menurut data BPS, konsumsi rumah tangga untuk restoran dan hotel juga turun pada kuartal II-kuartal IV/2020 kendati angkanya juga perlahan membaik walaupun belum kembali ke level pra-pandemi.

Sepanjang 2020, PDB akomodasi dan makan minum terkontraksi 10,22% yang disebabkan tingkat hunian hotel minus 40%, penurunan wisatawan mancanegara hingga lebih dari 75% dan tutupnya sejumlah hotel dan restoran selama pandemi.

Baca juga: Strategi Metrodata (MTDL) Manfaatkan Berkah Pandemi

Dampak ke Perusahaan: Rugi dan Kesejahteraan Karyawan

Bagaimana dampak pandemi terhadap kinerja perushaaan pengelola hotel? Menurut data statistik Bursa Efek Indonesia, sebagian besar perusahaan terbuka yang mengelola hotel di Indonesia membukukan kerugian per September 2020. 

Tidak banyak perusahaan yang tidak rugi. Salah satu dari sedikit itu adalah Eastparc Hotel (EAST) yang mengelola hotel di Yogyakarta. Dalam 9 bulan pertama 2020, perusahaan itu masih bisa mengantongi laba Rp600 juta. 

Salah satu emiten hotel dengan aset terbesar, Hotel Sahid Jaya International (SHID) membukukan kerugian sebesar Rp35 miliar pada kuartal III/2020. Sebelum pandemi, kerugian SHID hanya Rp20 miliar pada kuartal III/2019. SHID mengelola berbagai hotel, salah satunya Hotel Sahid di jalan utama Jakarta, Jalan Sudirman.

Dalam suratnya kepada BEI pada September 2020, manajemen SHID menyatakan bisnis hotel serta berbagai fasilitasnya (termasuk MICE) belum dapat beroperasi sepenuhnya karena pandemi. Pada saat itu, hanya sebagian kecil kamar yang beroperasi. 

Hotel yang dikelola oleh anak perusahaan (Sahid International Management and Consultant) yang berlokasi di Yogyakarta, Solo, Surabaya, Manado dan Lampung juga ditutup sementara waktu operasionalnya.

Berbagai pembatasan kegiatan itu pada akhirnya berdampak terhadap pendapatan perusahaan. Manajemen SHID memperkirakan bahwa kondisi itu berdampak 50%-75% pendapatan perusahaan pada 2020.

Dalam suratnya tersebut, manajemen SHID menyatakan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya namun melakukan pemotongan gaji, penyesuaian jam kerja dan sebagainya) kepada 515 karyawan. Jumlah karyawan SHID sendiri mencapai 615 orang.

Sementara itu, perusahaan hotel dengan skala lebih kecil yaitu Hotel Fitra International Tbk. juga mengalami dampak yang hampir sama. Dari 77 karyawan, 54 orang di antaranya terdampak pandemi. Mereka mengalami pemotongan gaji, penyesuaian jam kerja dan sebagainya.

Dalam suratnya kepada BEI, manajemen hotel menyatakan bahwa perseroan sempat menghentikan seluruh kegiatan operasional pada 13 April-2 Juni 2020. Mulai 3 Juni 2020, perseroan mulai membuka kembali sebagian kegiatan operasionalnya sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku.

Berbagai kondisi itu diperkirakan akan berdampak terhadap kinerja perusahaan. Pembatasan operasional itu berkontribusi terhadap 75% pendapatan perusahaan yang mengelola Hotel Majalengka di Majalengka, Jawa Barat tersebut.

Berbagai data itu menunjukkan bahwa bisnis hotel sedang menghadapi situasi yang tidak mudah di tengah pandemi. Data ini dapat dipertimbangkan bagi pembaca yang sedang mempertimbangkan investasi di saham perusahaan hotel atau berencana bekerja di sektor perhotelan.
 

Tags: