Menakar Langkah TLKM Investasi di Gojek

Date:

[Waktu baca: 7 menit]

PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. menyampaikan pengumuman yang mengejutkan awal pekan ini. Emiten dengan kode saham TLKM ini kini telah meneken perjanjian kerja sama penyertaan dana kepada PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau Gojek.

Tidak tanggung-tanggung, nilai penyertaan modal tersebut mencapai US$150 juta atau sekitar Rp2,1 triliun. Penandatanganan dilakukan pada Senin (16 November 2020), sedangkan keterbukaan informasi terkait aksi korporasi itu diumumkan kemarin, Selasa (17 November 2020).

Investasi dilakukan oleh PT Telekomunikasi Selular atau Telkomsel, anak usaha TLKM. Berdasarkan isi keterbukaan informasinya, manajemen TLKM mengungkapkan bahwa investasi ini dilakukan sebagai bentuk komitmen Telkomsel  sebagai perusahaan telekomunikasi digital untuk memberikan layanan beyond connectivity.

“Telkom percaya kolaborasi ini dapat memberikan layanan dan solusi yang lebih baik kepada masyarakat dalam membangun ekosistem digital yang inklusif dan berkesinambungan,” tulis manajemen TLKM dalam keterbukaan informasi itu.

Menanggapi hal tersebut, saham TLKM pun melonjak 4,89% pada perdagangan kemarin ke level Rp3.220, di saat IHSG hanya naik 0,64% ke level 5.529,94. Saham TLKM bahkan sempat naik lebih tinggi hingga 6% dan menyentuh Rp3.270, tetapi akhirnya turun lagi.

Sepanjang satu pekan terakhir, investor asing pun tercatat sudah melakukan penambahan kepemilikan di TLKM senilai Rp640,3 miliar. Senilai Rp557,45 miliar di antaranya masuk pada perdagangan kemarin.

Langkah strategis TLKM ini tentu mengundang pertanyaan, apa yang sedang direncanakan TLKM? Apa manfaat kerja sama ini bagi pengembangan bisnis TLKM di masa mendatang? Apakah TLKM akan mampu menghasilkan lebih banyak keuntungan dengan investasi ini ataukah justru berisiko bagi bisnis TLKM?

Mari kita bahas.

Bagaimana Kemampuan Pendanaan TLKM?

Hal pertama yang perlu kita ketahui adalah, apakah keputusan investasi ini akan mengganggu operasional bisnis TLKM? Untuk itu, kita perlu mengetahui ketahanan kasnya.

Berdasarkan laporan keuangan interim TLKM periode 9 bulan 2020, nilai kas dan setara kas TLKM mencapai Rp17,42 triliun per akhir September 2020. Nilai itu turun 4,51% dibandingkan dengan posisi cadangan kas dan setara kas TLKM pada akhir 2020 lalu yang senilai Rp18,24 triliun.

Nilai investasi TLKM ke Gojek kemarin mencapai Rp2,1 triliun. Dengan cadangan kas yang masih cukup tinggi, kucuran investasi ini mestinya tidak akan terlalu mengganggu kinerja operasional TLKM. Nilai investasi tersebut setara 12% dari total cadangan kas TLKM per September 2020.

Sementara itu, jika dibandingkan total aset TLKM, nilai investasi ini relatif kecil bagi TLKM. Per September 2020, total ekuitas atau modal TLKM mencapai Rp117,89 triliun, sehingga nilai investasi pada Gojek tersebut hanya 1,78% dari total modal TLKM.

Jika dibandingkan dengan total asetnya yang mencapai Rp233 triliun, investasi TLKM pada Gojek hanya setara 0,9% saja.

Baca Juga: TLKM, Raksasa Di Tengah Pandemi

Berikut ini kondisi neraca keuangan TLKM berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2020 (dalam Rp miliar):

Dari data tersebut, terlihat bahwa sepanjang tahun ini liabilitas atau beban utang TLKM memang meningkat cukup tinggi, yakni hampir 11% year to date (ytd), sedangkan ekuitas relatif stagnan. Meskipun demikian, secara total perbandingan antara modal dan utang TLKM relatif masih berimbang.

TLKM juga masih menjadi pemain terbesar di bisnis telekomunikasi di Indonesia. Sementara itu, peluang pengembangan bisnis telekomunikasi di masa mendatang akan kian terbuka seiring dengan tren digitalisasi ekonomi yang makin berkembang.

Dengan kondisi neraca keuangan dan prospek bisnis seperti itu, TLKM masih menjadi salah satu perusahaan dengan fundamental bisnis yang kuat di Indonesia.

Apa Untungnya bagi TLKM?

Dalam keterbukaan informasi, manajemen TLKM memang telah menyampaikan bahwa keputusan penyertaan modal pada Gojek ini bertujuan untuk mengembangkan bisnis layanan telekomunikasi digital TLKM, khususnya untuk membangun ekosistem digital yang saling terintegrasi, inklusif, dan berkelanjutan.

Namun, apa maknanya?

Kolaborasi antara Telkomsel dan Gojek tentu saja akan signifikan pengaruhnya, sebab keduanya merupakan pemain besar dan pemimpin pasar di sektornya masing-masing. TLKM adalah pemain terbesar di bisnis telekomunikasi di Indonesia, sedangkan Gojek merupakan aplikasi layanan on demand ride hailing terbesar di Indonesia, sekaligus pemain besar di bisnis dompet digital.

TLKM sebelumnya sudah memiliki layanan dompet digital pelat merah LinkAja melalui kolaborasi dengan empat bank BUMN dan beberapa korporasi BUMN sektor riil lainnya. TLKM sejauh ini masih menjadi pemegang saham terbesar di LinkAja, yakni 25%.

Memang belum diketahui secara pasti arah pengembangan kerja sama Telkomsel dan Gojek ke depan, tetapi melihat bisnisnya yang beririsan di layanan dompet digital, arah kolaborasi ini kemungkinan besar akan berhubungan dengan layanan keuangan tersebut.

Selain itu, visi kolaborasi ini adalah untuk membangun ekosistem digital dan mendorong percepatan transformasi digital di Indonesia. Peluang-peluang bisnis baru mungkin saja akan tercipta dari kolaborasi ini, bahkan bisnis-bisnis yang sebelumnya belum dijajaki oleh kedua perusahaan.

Sejak 2018 lalu, Telkomsel dan Gojek sudah mulai menginisiasikan kerja sama, antara lain yakni penawaran paket data terjangkau untuk mitra pengemudi Gojek. Setelah kini ada kerjasama penyertaan modal, tentu kolaborasi keduanya akan lebih luas.

Gojek akan mendapatkan keuntungan dari banyaknya pelanggan Telkomsel, sedangkan Telkomsel dapat memanfaatkan ekosistem bisnis yang sudah dibangun oleh Gojek.

Beberapa kemungkinan kerja sama yang disinyalir akan dilakukan oleh keduanya antara lain di bidang gaya hidup digital, solusi teknologi periklanan digital, pemberdayaan talenta teknologi, serta program promosi bersama atau bundling produk.

Kolaborasi antara kedua pemain besar ini tentu akan saling memberikan nilai tambah dan keunggulan kompetitif bagi keduanya.

Kolaborasi Gojek-Telkomsel-Grab?

Kolaborasi Telkomsel dan Gojek makin menarik perhatian sebab terjadi setelah pekan lalu Telkomsel juga mengumumkan kolaborasi dengan Grab, saingan Gojek, untuk menambah modal ke LinkAja. Grab sendiri sebelumnya sudah menjadi investor di layanan dompet digital Ovo.

Pendanaan oleh Grab ke LinkAja dilakukan secara sindikasi bersama Telkomsel, BRI Ventura Investama, dan Mandiri Capital Indonesia. Total komitmen pendanaan mencapai US$100 juta atau sekitar Rp,1,4 triliun. Investasi ini bertujuan untuk mengakselerasi pertumbuhan LinkAja sebagai pemimpin teknologi finansial nasional.

Baca Juga: Menentukan Harga Saham TLKM Berdasarkan Dividennya

Jaringan kerja sama ini menyebabkan persaingan bisnis layanan ride hailing antara Gojek dan Grab, serta layanan dompet digital antara LinkAja, GoPay, dan Ovo, menjadi kian kabur.

Visi pengembangan ekosistem digital TLKM tampaknya akan berujung pada upaya meredam persaingan sengit yang selama ini terjadi antara para pesaing tersebut dan menggantinya dengan semangat kolaborasi yang saling menguntungkan.

Ekosistem digital yang akan dikembangkan TLKM memang mencakup tiga pilar, yakni konektivitas digital, layanan digital, serta platform digital. Untuk mewujudkan cita-cita ambisius ini, langkah-langkah strategis kolaborasi ini menjadi masuk akal bagi TLKM.

Lagi pula, kerja sama dengan perusahaan teknologi swasta memungkinkan terjadinya transfer pengetahuan dan keahlian yang akan saling memperkuat bisnis satu sama lain.


 Lebih Untung Ketimbang Bangun Startup Baru

Visi besar TLKM untuk mengembangkan ekosistem digital yang mencakup tiga pilar, yakni konektivitas digital, layanan digital, serta platform digital, tentu membutuhkan investasi yang luar biasa besar. 

Oleh karena itu, terlepas dari keputusan investasinya pada Gojek, mudah ditebak bahwa TLKM akan melakukan banyak investasi besar untuk mewujudkan mimpi itu di masa mendatang.

TLKM sudah kuat di pilar konektivitas digital dengan layanan jaringan telekomunikasi yang luas dan berkualitas di Indonesia. Namun, untuk masuk lebih dalam ke layanan digital dan platform digital, TLKM perlu mengambangkan beragam aplikasi yang menjawab aneka kebutuhan konkret masyarakat.

Dalam hal ini, keputusan untuk berinvestasi di Gojek, meskipun nilainya sangat besar, akan lebih efisien bagi TLKM ketimbang mengembangkan startup aplikasi baru sendiri mulai dari nol. Waktunya akan sangat lama dan kebutuhan investasinya pun akan jauh lebih besar.

Lagi pula, melalui kolaborasi dengan perusahaan lain, khususnya swasta, TLKM berpeluang pula untuk memperluas pangsa pasarnya lebih jauh. Sebaliknya, jika mengembangkan aplikasi sendiri, TLKM kemungkinan hanya menyasar pelanggan existing yang sudah berada di dalam ekosistem layanannya.

Sejauh ini, TLKM sudah mengidentifikasi bahwa bisnis data internet akan menjadi kontributor utama pendapatannya ke depan, bukan lagi layanan telepon dan SMS. Dalam hal ini, TLKM perlu memastikan dua hal, yakni peningkatan basis pelanggan dan peningkatan konsumsi data melalui berbagai layanan digital.

Selama pandemi, TLKM mencatat peningkatan konsumsi layanan data 42,5% yoy, sedangkan lalu lintas data naik 39,6% yoy. Per September 2020, pendapatan di lini layanan fixed broadband triple play TLKM, yakni IndiHome, tumbuh 17,1% yoy menjadi Rp16,1 triliun, sedangkan bisnis digital naik 10,6% yoy menjadi Rp47,66 triliun.

Sementara itu, pendapatan telepon turun tajam 28,76% yoy menjadi Rp15,14 triliun, sedangkan SMS turun 30,18% yoy menjadi Rp3,8 triliun.
Kondisi ini menjadi petunjuk bahwa sudah saatnya kini TLKM memilih fokusnya pada bisnis data. Namun, peluang di bisnis ini pun masih sangat terbuka, tetapi belum sepenuhnya tergali potensinya oleh TLKM.

TLKM belum memiliki aplikasi yang andal yang dapat memanfaatkan infrastruktur telekomunikasinya yang sudah terbangun matang, sehingga kolaborasi cepat dengan pemain lain menjadi langkah yang sangat strategis. 

Penutup

Dengan mempertimbangkan semua aspek yang telah kita bahas, dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah TLKM ini akan membuka potensi pertumbuhan bisnis yang besar di masa mendatang, meskipun belum cukup konkret bentuk kolaborasi layanan yang nantinya akan dihadirkan.

Dalam hal ini, keputusan pasar untuk mengapresiasi saham TLKM menjadi beralasan, meskipun hingga September 2020 pendapatan TLKM turun 2,62% yoy dan laba bersihnya hanya naik 1,34% yoy. Peluang bagi kinerja yang lebih solid di masa mendatang kini terbuka.

Dengan jaringan infrastruktur telekomunikasinya yang luas serta andal, TLKM memang menyimpan potensi besar yang belum sepenuhnya terwujudkan. Langkah TLKM untuk lebih terbuka berbisnis dengan mitra-mitra swasta besar akan memungkinkan potensi itu lebih cepat teraktualisasi.

Kita tentu boleh berharap, kolaborasi ini akan menghadirkan layanan digital yang lebih berkualitas bagi masyarakat Indonesia sehingga turut membantu akselerasi ekonomi hingga ke daerah-daerah.