IHSG Melemah, Saham ITIC "Melawan"

Date:

[Waktu baca: 5 menit]

Sejak awal tahun tahun, seluruh dunia digemparkan dengan adanya pandemi virus Covid-19 atau yang lebih dikenal dengan virus corona. Sampai dengan 20 April 2020 sudah ada 2.406.815 orang yang sudah terkonfirmasi positif. 

Amerika Serikat menjadi negara yang terkonfirmasi positif terbanyak yaitu sebesar 764.625 orang dengan tingkat kematian tertinggi 40.565 orang, sedangkan di Indonesia sendiri sudah mencapai 6.575 orang yang dinyatakan positif dengan 582 orang meninggal dunia.

Tentunya hal tersebut berdampak ke semua lini di suatu negara, baik dari sisi pendapatan negara, ekspor-impornya, pariwisata. Para pebisnis juga sangat terpukul dengan adanya virus tersebut. Hal tersebut membuat potensi besar adanya PHK di suatu perusahaan.

Selain itu, sisi investasi, baik melalui pasar modal ataupun tidak, sangat terdampak dan kita bisa melihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi salah satu cerminan apakah pasar modal kita sedang bergairah atau pun tidak.

Sejak awal 2020 yang menjadi awal mulanya kemunculan virus tersebut, sampai dengan 17 April 2020 IHSG sendiri udah terkoreksi cukup dalam dengan penurunan sebesar 26% (secara year to date/YTD). IHSG pernah mencapai titik terendah di 3,911.71.

Hal tersebut tentunya didorong oleh penurunan yang terjadi pada saham-saham blue chips yang memiliki pengaruh lebih besar atas penurunan dan kenaikan IHSG dikarenakan besarnya market cap dari perusahaan tersebut seperti BBCA yang sudah turun 21,62%, BBRI turun 40,68%, TLKM 24,43%, UNVR 20,83%, HMSP 25,71%  dan saham-saham lainnya yang memiliki kapitalisasi pasar besar turun dengan rata-rata di atas 20% dari awal tahun 2020.

Walaupun ada penurunan IHSG dan saham-saham yang memiliki market cap besar, ada hal yang menarik terjadi di pasar modal Indonesia yaitu tetap adanya saham yang masih bertumbuh di atas 50% sejak awal 2020. 

Ya, tidak semua saham bisa memiliki potensial capital gain sebesar itu pada masa seperti sekarang. Namun, PT Indonesian Tobacco Tbk dengan kode saham ITIC mampu membubuhkan performa kenaikan 52,31% (YTD). 

Siapakah ITIC yang mampu "melawan" derasnya penurunan di pasar modal Indonesia sehingga masih mampu mencatatkan potensial capital gain di atas 50%? So, mari kita ulas lebih dalam lagi.

PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC)

PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) didirikan pada tanggal 16 Mei 1955 dengan nama N.V. Indonesian Tobacco & Industrial Company dan mulai beroperasi secara komersial untuk jenis tembakau iris pada tahun 1980. Kantor pusat Indonesian Tobacco Tbk berlokasi di Jln. Letjen S. Parman No. 92, Malang, Jawa Timur 65122 Indonesia. ITIC bergerak dalam bidang industri rokok dan tembakau.

Indonesian Tobacco adalah organisasi bisnis manufaktur dan usahanya berfokus pada pengelolahan daun-daun tembakau menjadi produk jadi berupa tembakau iris dalam kemasan atau istilah internasionalnya sebagai Roll Your Own Tobacco Product . Istilah pasarannya yaitu tembakau linting sendiri atau tembakau shag dan dikemas dalam kemasan kantong gramasi.

Kegiatan utama dari ITIC sendiri meliputi industri pengeringan dan pengolahan tembakau, industri rokok dan produk tembakau lainnya, industri kretek, industri rokok putih, industri pengelolaan tembakau lainnya, dan industri bumbu rokok serta kelengkapan rokok lainnya.

ITIC memproduksi beberapa merek diantaranya Manna, Butterfly, Kuda Terbang, DC 9, Djago Tarung, Mawar Anggrek, Kuda Terbang Merah, Kuda Terbang Biru, Roda Terbang, Deer, Roadhouse, Lampion Lilin, Anggur Kupu, Bunga Sakura, Pohon Sagu, Deer, Save, dan Black Bear.

ITIC sendiri baru melantai di Bursa Efek Indonesia dengan mencatatkan sahamnya pada tanggal 4 Juli 2019 dengan kode saham ITIC. Ya, belum tepat satu tahun ITIC melantai di pasar modal dengan harga penawarannya saat itu Rp220 per lembar saham. Pemilik mayoritas ITIC adalah Djonny Saksono dengan porsi kepemilikan sebesar 63,85% yang merupakan direktur utama di ITIC.

Berikut adalah komposisi pemegang saham ITIC:
 

Sumber: Stockbit.com

Secara kinerja keuangan, ITIC sampai dengan saat ini masih belum melaporkan kinerjanya baik pada kuartal 3/2019 atau 2019. Namun, secara kinerja ITIC pada periode 2016-2018 cukup menjanjikan dengan mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya 

Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan

Kalau kita lihat dari kinerja keuangan ITIC pada tabel di atas, maka bisa dilihat bahwa secara penjualan bersih yang didapat perusahaan mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Perusahaan juga membukukan keuntungan Rp8,2 miliar pada 2018 dan Rp8,6 miliar pada 2017 setelah membukukan kerugian Rp1,48 miliar pada 2016.

Nah, ternyata penjualan yang didapat oleh ITIC pada semester I/2019 pun cukup menjanjikan yaitu sebesar Rp79,2 miliar atau sudah mencapai 58,9% dari total pendapatan yang diperoleh oleh ITIC pada 2018.

Sumber: laporan keuangan kuartal 3/2019

Selain kinerja keuangan, pergerakan harga saham ITIC pun menarik kita ulas. Jika kita melihat pergerakan harga sahamnya di grafik di bawah tersebut terlihat bahwa ITIC mengalami peningkatan terutama sepanjang 2020.

ITIC sendiri pernah mengalami penurunan dengan titik terendahnya di harga Rp1.405 dan titik tertinggi yang dicapainya yaitu Rp4.550. Jika dihitung secara persentase dari titik terendah hingga tertinggi sepanjang 2020, ITIC mengalami peningkatan sebesar 223,8%. 

Performa saham ITIC cukup menggoda dengan kenaikan 52,31% (YTD) dari awal 2020 atau awal dari pandemi Covid-19 ini. Hal tersebut tentunya diikuti oleh investor asing yang melakukan aksi beli di pasar regular, tunai maupun nego dengan total Rp 801,58 miliar.

Beberapa hal yang diulas di atas menjelaskan bahwa perusahaan yang memiliki fundamental yang baik lambat laun akan diikuti kenaikan harga saham dari perusahaan tersebut.

 

Mulai 20 April 2020, Big Alpha akan menyelenggarakan berbagai seri Webinar. Klik di sini untuk informasi lebih lanjut.