Mengecap Manisnya Reksa Dana Syariah

Date:

[Waktu baca: 6 menit]

Memasuki bulan Ramadan, investasi dengan prinsip syariah dapat menjadi alternatif yang layak dipertimbangkan investor. Bulan suci ini dapat menjadi kesempatan yang sangat baik untuk mempelajari lebih dalam seluk beluk investasi syariah, karakternya, serta tentu saja prospek keuntungannya.

Kinerja berbagai instrumen investasi sepanjang tahun ini menunjukkan pelemahan, tidak terkecuali instrumen investasi yang berlandaskan prinsip syariah. Alhasil, tingkat return investasi yang dapat dinikmati oleh investor sepanjang awal tahun ini pun relatif masih sangat terbatas.

Sementara itu, meskipun ekspektasi terhadap prospek pemulihan ekonomi cukup tinggi pada tahun ini, tidak ada yang dapat memastikan arah pergerakan pasar beberapa bulan ke depan.

Tak ada bedanya, entah itu investasi di aset konvensional ataukah aset syariah, prinsip investasi tetaplah sama. High risk, high return. Makin besar potensi keuntungan dari suatu instrumen investasi, makin tinggi pula potensi risikonya.

Di tengah tekanan ekonomi dan pasar yang masih berlanjut saat ini, pada dasarnya baik instrumen konvensional maupun syariah sama-sama tertekan. Namun, tentu saja harus ada sesuatu yang spesial di balik pilihan instrumen syariah. Jika tidak, untuk apa dibuat?

Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas terlebih dahulu tentang bagaimana seharusnya kita memandang investasi syariah. Selanjutnya, kita akan membahas salah satu jenis investasi syariah yang akhir-akhir ini tumbuh cukup baik, yakni reksa dana syariah.

Mengapa Memilih Investasi Syariah?

Pada dasarnya, tujuan investasi adalah untuk memperoleh keuntungan dari modal yang ditanamkan dalam jangka waktu tertentu. Baik itu investasi konvensional maupun syariah, pada akhirnya tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan.

Namun, ketika itu berkaitan dengan prinsip keimanan Islam, kedua jenis aliran investasi tersebut jelas akan berbeda. Tidak semua aktivitas investasi bersih dari unsur-unsur yang diharamkan Islam. Sehingga bagi umat muslim, memilih investasi yang tepat menjadi sangat penting, sebab tidak saja berurusan dengan urusan di dunia, tetapi juga akhirat.

Oleh karena itu, tujuan dari investasi syariah bukan saja sekadar mencari keuntungan, melainkan juga keberkahan dari aktivitas tersebut. Ketika seseorang memilih berinvestasi di jalur syariah, mindset itulah yang pertama-tama perlu dikedepankan.

Sejauh ini, industri keuangan dan pasar modal syariah memang sudah tumbuh dengan sangat pesat. Namun, jika dibandingkan dengan kapasitas industri keuangan dan pasar modal konvensional, bobotnya masih kalah jauh.

Di pasar saham, saat ini kinerja saham-saham syariah relatif tidak sekuat saham-saham konvensional. Alhasil, kinerja indeks-indeks syariah pun tidak mampu mengungguli kinerja indeks-indeks konvensional.

Berikut ini perbandingan kinerjanya per Selasa, 13 April 2021:

Dari data tersebut, terlihat bahwa kinerja indeks komposit konvensional, yakni IHSG hanya turun 0,86% year to date (ytd), sedangkan indeks komposit syariah yakni Indonesia Sharia Stock Index (ISSI) turun lebih dalam mencapai -1,59% ytd.

Sementara itu, indeks saham-saham pilihan konvensional yakni LQ45 dan IDX30 turun masing-masing -5,69% dan -6,52% ytd, sedangkan indeks saham pilihan syariah yakni Jakarta Islamic Index (JII) turun lebih dalam mencapai -6,74% ytd.

Hal yang sama juga terjadi pada indeks saham-saham pilihan dengan jumlah lebih banyak. IDX80 turun mencapai -5,74% ytd, tetapi indeks JII70 turun lebih dalam mencapai -6.12% ytd.

Artinya, beberapa saham non-syariah berhasil mencetak kinerja cukup baik sepanjang awal tahun ini sehingga mampu menyokong indeks-indeks konvensional untuk tidak tertekan terlalu dalam.

Meskipun demikian, koreksi yang besar pada saham-saham syariah itu mestinya tidak apa-apa, sebab nilai yang dikejar dalam pilihan investasi syariah justru berbeda, yakni kesesuaian prinsip investasinya dengan iman Islam.

Lagi pula, kinerja yang kini sedang melemah bukan berarti selamanya akan melemah. Jika kondisi ekonomi membaik, tentu kinerja pasar modal pun bakal membaik, termasuk saham-saham syariah. Ada cukup banyak alasan untuk meyakini itu, baik didukung oleh faktor domestik maupun global.

Sebagai informasi, saat ini kapasitas pasar modal syariah memang masih cukup tertinggal. Dari sisi jumlah emiten, saham-saham yang masuk kategori syariah sudah mencakup 60,2% dari total saham di Bursa Efek Indonesia, yakni 435 emiten dari total 722 emiten.

Namun, dari sisi jumlah investor masih sangat tertinggal. Investor yang benar-benar setia pada prinsip investasi syariah hanya tercatat 91.703 investor. Ini hanya setara 4,5% dari total investor pasar modal per Februari 2021.

Kendati demikian, pertumbuhannya cukup meyakinkan. Jika dibandingkan dengan kondisi pada 2011 yang hanya sebanyak 531 investor, pertumbuhannya sudah mencapai 17.170%. Sementara itu, jika dibandingkan dengan posisi pada akhir 2016 sebanyak 12.283 investor, pertumbuhannya sudah 647%.

Jika melihat angka pertumbuhan yang pesat ini, tentu masuk akal untuk berharap jumlah investor syariah di masa mendatang bakal makin meningkat secara eksponensial.

Baca juga: Tantangan di Tengah Mimpi Indah Industri Keuangan Syariah

Reksa Dana Syariah Menarik?

Reksa dana syariah dapat menjadi instrumen alternatif bagi investor baru yang ingin belajar berinvestasi di pasar modal, tetapi tidak ingin terjebak dalam praktek-praktek bisnis yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Penyusunan reksa dana syariah hanya menggunakan daftar efek yang sudah terdaftar dalam Daftar Efek Syariah (DES) OJK. Pilihan efek tersebut juga sudah sesuai dengan ketentuan syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).

Reksa dana syariah ini diawasi oleh SDN yang juga mempunyai sertifikasi ahli syariah pasar modal.

Produk reksa dana syariah ini mewajibkan adanya proses cleansing atau pembersihan keuntungan reksa dana dari unsur pendapatan yang tidak halal. Bagian dari pendapatan yang tidak halal itu akan disisihkan oleh manajer investasi untuk didonasikan atau menjadi zakat sesuai dengan ketentuan DSN-MUI.

Dengan syarat dan pengawasan yang ketat ini, umat Muslim tentu dapat berinvestasi dengan tenang di reksa dana syariah. Menariknya, pertumbuhan investasi di reksa dana syariah akhir-akhir ini juga mulai mengalahkan reksa dana konvensional.

Berdasarkan data OJK, hingga pekan ketiga Maret 2021, pertumbuhan dana kelolaan atau nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana syariah tumbuh Rp6,16 triliun atau 8,3% ytd, lebih tinggi dari reksa dana konvensional yang hanya naik Rp1,94 triliun atau 0,4% ytd.

Sementara itu, secara bulanan, atau dibandingkan dengan posisi akhir Februari 2021, pertumbuhan reksa dana syariah mencapai Rp5,42 triliun atau 7,22% month to month (mtm). Pada saat yang sama, NAB reksa dana konvensional justru berkurang Rp4,1 triliun atau turun 0,81% mtm.

Berikut ini rincian kinerja jumlah unit penyertaan dan NAB reksa dana syariah (NAB dalam Rp triliun):


 
Sementara itu, berikut ini rincian kinerja jumlah unit penyertaan dan NAB reksa dana konvensional sebagai pembandingnya (NAB dalam Rp triliun):

Pertumbuhan reksa dana syariah yang cukup tinggi ini tentu patut disyukuri. Momentum bulan Ramadan diharapkan dapat makin tinggi mendorong pertumbuhan jenis aset investasi ini.

Hal yang menarik dari reksa dana syariah adalah bahwa hanya reksa dana syariah yang diperbolehkan untuk membentuk reksa dana dengan menggunakan efek luar negeri, yakni saham-saham dari bursa negara lain.

Hal ini menjadi nilai lebih dari reksa dana syariah sehingga mulai banyak dilirik investor. Jika melihat data di atas, tampak jelas bahwa NAB reksa dana efek luar negeri masuk dalam tiga besar jenis reksa dana syariah dengan NAB terbesar.

Selain itu, di antara jenis reksa dana syariah lainnya, pertumbuhan NAB reksa dana syariah efek luar negeri juga paling tinggi, yakni 25,3% ytd dan 38,19% mtm. Saingan terdekatnya yakni reksa dana syariah pasar uang yang juga tumbuh pesat 25,4% ytd dan 9,11% mtm.

Adanya pilihan efek luar negeri menjadi kompensasi bagi industri reksa dana syariah, sebab jumlah saham yang bisa menjadi pilihan untuk meracik reksa dana saham syariah tidak sebanyak reksa dana saham konvensional.

Selain itu, emiten-emiten big cap yang biasanya menjadi andalan mayoritas reksa dana saham konvensional, yakni saham-saham emiten perbankan besar, seperti BBRI, BBCA, BMRI, dan BBNI, tidak dapat masuk dalam reksa dana saham syariah.

Kendati demikian, jelas juga terlihat dalam kedua tabel di atas bahwa jumlah unit penyertaan maupun NAB reksa dana syariah masih sangat jauh tertinggal dibanding reksa dana konvensional. Hingga pertengahan Maret 2021, pangsa pasarnya baru mencapai 14% dari total NAB industri reksa dana.

Artinya, masih ada sangat banyak pekerjaan rumah untuk membesarkan industri reksa dana syariah ini. 

Baca juga: Indeks Memerah, Bagaimana Prospek Saham Syariah?

Perbandingan Return Reksa Dana Syariah vs Konvensional

Dari sisi NAB, kinerja reksa dana syariah tampaknya memang cukup menggembirakan. Hanya saja, jika melihat kinerja return-nya, investor tampaknya memang masih harus bersabar. Selain karena faktor pilihan instrumen yang lebih terbatas dalam meracik reksa dana syariah, pasar secara umum juga memang sedang tertekan.

Kinerja berbagai instrumen investasi seperti saham, obligasi, dan deposito saat ini sedang melemah, sehingga tentu berpengaruh juga pada instrumen turunan atau derivatif seperti reksa dana.

Untuk menilai kinerja return dari reksa dana syariah, kita dapat menggunakan indeks yang disusun oleh Infovesta Utama. Menariknya, berdasarkan data Infovesta Utama, kinerja return beberapa jenis reksa dana syariah sepanjang kuartal pertama tahun ini tidak begitu menyedihkan. Berikut ini datanya:

Dari data tersebut, terlihat bahwa kinerja indeks reksa dana syariah berbasis saham, yakni Infovesta Sharia (IS) Equity Fund Index (-6,06% ytd) memang lebih buruk ketimbang konvensional yakni Infovesta Equity Fund Index (-3,75% ytd).

Namun, kinerja indeks reksa dana pendapatan tetap dan campuran syariah, yakni IS Fixed Income Fund Index (-1,23% ytd) dan IS Balanced Fund Index (-0,18% ytd) justru masih lebih baik ketimbang indeks reksa dana konvensional yakni Infovesta Fixed Income Fund Index (-1,91% ytd) dan Infovesta Balanced Fund Index (-1,25% ytd).

Adanya, reksa dana campuran adalah gabungan dari aset dasar saham dan obligasi. Tampaknya, kinerja reksa dana pendapatan tetap dan campuran syariah cukup baik dibanding konvensional karena surat utang syariah atau sukuk biasanya memang menawarkan kupon lebih tinggi.

Selain itu, sukuk juga kurang likuid dibanding obligasi konvensional atau surat utang negara (SUN), sehingga lebih stabil di saat pasar kita sedang sangat volatil akibat sentimen yield US Treasury.

Di masa mendatang, prospek di reksa dana syariah berbasis sukuk ini tentu akan tetap menjanjikan, sebab kuponnya yang lebih tinggi tentu akan terus meningkatkan tingkat return-nya.

Adapun, kupon sukuk selama ini diberikan lebih tinggi dengan tujuan untuk menjadi pemanis bagi investor, sebab sukuk belum cukup populer dan cenderung tidak begitu likuid atau sulit ditransaksikan di pasar sekunder.

Nah, jika melihat kinerja reksa dana syariah yang tidak kalah menarik ini, tentu tidak ada salahnya untuk mulai hijrah ke produk investasi ini. Momen Lebaran tahun ini boleh jadi menjadi saat yang tepat untuk mengambil keputusan itu.