Mengupas 20 Saham Pilihan Asabri 

Date:

[Waktu baca: 7 menit]

Pada akhir 2020, Menteri BUMN Erick Thohir mendatangi Kejaksaan Agung untuk membahas kasus dugaan korupsi di perusahaan asuransi prajurit TNI/Polri, PT Asabri (Persero). Seusai pertemuan itu, Jaksa Agung Burhanuddin menyatakan nilai kerugian akibat kasus tersebut mencapai Rp17 triliun sesuai perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Nilai kerugian tersebut lebih besar daripada kerugian perusahaan asuransi lainnya yang juga bermasalah, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebesar Rp16,8 triliun. Menurut penjelasan manajemen Asabri kepada DPR pada Februari 2020, risk-based capital (RBC) Asabri negatif 571% pada 2019. Kecurigaan pemerintah terhadap Asabri sudah diungkapkan sejak awal 2020 melalui pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keaman Mahfud MD.

Terlepas dari kasus hukum yang melilitnya, nama Asabri seringkali dibicarakan para pelaku pasar saham karena saham-saham yang dimiliknya bergerak seperti roller coaster dalam beberapa tahun terakhir. "Saham Asabri" ada yang naik hingga ratusan bahkan ribuan persen, namun ada pula yang terperosok dalam. Ada yang merasakan manisnya cuan dari pergerakan saham tersebut, ada pula yang gigit jari. Apa saja saham yang dipilih Asabri?

Asabri dan Saham-sahamnya

Asabri adalah perusahaan  milik negara yang mengelola Dana Pensiun TNI dan Dana Pensiun Polri. Sama seperti perusahaan asuransi lainnya, sesuai peraturan yang berlaku, Asabri dapat mengelola dana tersebut dengan cara menginvestasikannya di sejumlah instrumen investasi seperti saham, obligasi, reksa dana, properti dan sebagainya.

Kenapa perlu diinvestasikan? Supaya perusahaan tersebut memiliki dana yang cukup dan memadai untuk menyelesaikan kewajibannya kepada peserta (TNI atau Polri) di masa depan. Sebagai perusahaan yang mengelola dana pensiun, kewajiban tersebut dalam bentuk pembayaran pensiun.

Yang menjadi pertanyaan, saham seperti apa yang dibeli oleh tim investasi Asabri dengan menggunakan uang para peserta tersebut? Kita dapat melacaknya dengan mencermati laporan Kustodian Sentral Efek Indonesia yang dirilis per 30 Desember 2020. Dari laporan itu dapat dicermati saham-saham yang dimiliki Asabri dengan porsi kepemilikan lebih dari 5%.

Tentu saja, bukan tidak mungkin Asabri memiliki saham-saham lainnya dengan porsi kepemilikan di bawah 5%. Namun sejauh ini, regulasi bursa di Indonesia baru mewajibkan pelaporan kepemilikan di atas 5%. Berikut ini saham-saham Asabri tersebut beserta perubahan harga sepanjang setahun di pasar reguler:

Sumber: KSEI

Saham Gocap, Suspensi, UMA

Dari data di atas, harga pasar 9 saham yang dimiliki Asabri (ARMY, BTEK, IIKP, MINA, MYRX, POOL, RIMO, SMRU, TARA) sebesar Rp50 per akhir Desember 2020. Rp50 adalah batas paling bawah harga pasar di BEI. 

Sebagian saham lainnya (PPRO dan SDMU) sempat tiarap di Rp50, namun harganya telah merangkak naik seiring reli harga saham di BEI pada November-Desember 2020. Kendati tidak semuanya, saham gocap biasanya tidak terlalu likuid di pasar. Saham Rp50 dapat ditransaksikan di pasar negosiasi.

Sebagian saham seperti ARMY dan MYRX kini masih disuspensi perdagangannya oleh BEI karena sejumlah persoalan. Kedua perusahaan tersebut belum melaporkan laporan keuangan terbaru serta MYRX menghadapi gugatan pailit. Kedua saham itu mendapatkan notasi khusus dari BEI.

BEI juga pernah mengumumkan aktivitas pasar yang tidak biasa (unusual market activities) sejumlah saham yang dimiliki Asabri tersebut sepanjang 2020 seperti FIRE (7 Desember), ICON (4 Desember), PPRO (25 November), NIKL (23 Juli) dan sebagainya.

"Peringatan" UMA biasanya dirilis oleh BEI sebagai tanggapan terhadap pergerakan saham yang sangat fluktuatif dalam waktu singkat. Peringatan UMA bisa berujung ke suspensi saham, bisa juga tidak.

Terafiliasi dengan Benny Tjokrosaputro

Sejumlah saham yang dimiliki oleh Asabri dulu pernah terkait dengan Benny Tjokrosaputro, terpidana kasus Jiwasraya. Saham tersebut antara lain ARMY dan MYRX. Di MYRX, Benny pernah menjabat sebagai Direktur Utama sekaligus pemegang saham perusahaan.

Sementara itu, ARMY dimiliki PT Mandiri Mega Jaya, anak usaha MYRX. ARMY telah diperingatkan BEI terkait potensi delisting apabila saham tersebut masih disuspensi hingga 20 Desember 2021.

Seperti diketahui, Benny telah divonis penjara seumur hidup oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta karena kasus Jiwasraya. Bersama dengan terdakwa lain yaitu Komisaris Utama Trada Mineral Heru Hidayat, Benny dinyatakan terbukti korupsi sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp16,8 triliun.

Pada 2020, seperti dikutip dari sejumlah pemberitaan media massa, manajemen Asabri pernah meminta Benny untuk bertanggungjawab atas penurunan aset berupa saham yang mengakibatkan kerugian investasi tersebut.

Tambah Porsi Kepemilikan

Seperti pernah diulas oleh Big Alpha pada Januari 2020, Asabri sebelumnya memiliki 14 saham dengan porsi kepemilikan di atas 5%. Namun, hingga tercatat pada akhir 2020, Asabri menambah jumlah saham dengan porsi kepemilikan di atas 5% tersebut menjadi 20 saham.

Saham itu antara lain ARMY, BTEK, TARA, MINA, RIMO dan ASJT.Salah satu di antaranya, BTEK, bergerak di level Rp50 dan tidak mengalami kenaikan saat sebagian besar harga-harga saham mengalami peningkatan harga seiring reli pada November-Desember 2020. Sementara itu, ARMY disuspensi sejak akhir 2019.

Tidak Masuk Indeks SMC Liquid

Sebagian besar saham yang dimiliki Asabri dengan porsi kepemilikan di atas 5% itu adalah saham dengan kapitalisasi pasar menengah dan kecil. 20 saham Asabri tersebut tidak masuk ke dalam Indeks SMC Liquid yang disusun oleh BEI. 

Indeks ini adalah indeks yang beranggotakan saham-saham yang telah disaring oleh BEI dengan kriteria tertentu.

Indeks SMC Liquid adalah indeks yang mengukur kinerja harga saham yang memiliki kapitalisasi pasar menengah dan kecil serta dipilih berdasarkan kriteria tertentu seperti likuiditas dan kinerja fundamental.

FIRE dan INAF

Dari berbagai saham yang dimiliki Asabri tersebut, dua saham yaitu FIRE dan INAF meningkat drastis sepanjang 2020 dengan kenaikan masing-masing 436% dan 321%. Sebagai pengingat, INAF bukan cerita baru sebagai saham yang harganya naik dengan persentase ratusan hingga ribuan persen.

Pada 2016, harga INAF pernah naik hingga lebih dari 2.500%. Pada tahun tersebut, Asabri mulai tercatat sebagai pemegang saham perusahaan farmasi milik negara tersebut dengan porsi kepemilikan lebih dari 5%.

Setelah itu, harga INAF bergerak secara fluktuatif. Setelah sempat berada di level Rp2.000-Rp6.000an, saham INAF terjun bebas ke bawah level Rp1.000 pada awal 2020 sebelum akhirnya melesat lagi. Perlu kewaspadaan ekstra apabila memegang saham seperti INAF ini.

Bagaimana Menyikapi Saham-saham Ini?

Tentu saja, tidak ada larangan bagi pelaku pasar untuk “mengikuti jejak” atau membeli saham-saham yang dimiliki oleh Asabri tersebut dengan harapan dapat menikmati keuntungan di masa mendatang. 

Kendati demikian, pelaku pasar perlu menyadari pula mengenai risiko yang tidak bisa dipisahkan dari setiap keputusan investasi. Risiko itu dapat berupa risiko pasar (harga saham turun), risiko likuiditas (saham disuspensi) hingga risiko likuidasi (perusahaan dinyatakan bangkrut).

Di samping itu, pelaku pasar juga harus siap dengan berbagai kemungkinan, termasuk volatilitas harga (seperti yang terjadi di saham INAF dan FIRE sepanjang 2020), yang mungkin dapat mengusik kenyamanan karena tidak dapat membuat tidur nyenyak.