Reksa Dana Pasar Uang Masih Ciamik?

Date:

[Waktu baca: 7 menit]

Reksa dana pasar uang merupakan salah satu instrumen investasi paling aman. Namun, dengan tingkat risikonya yang sangat rendah, potensi return dari instrumen ini juga terbatas. Kini, di tengah era suku bunga rendah perbankan, apakah pamor instrumen ini makin meredup?

Reksa dana pasar uang merupakan produk investasi dengan aset dasar instrumen pasar uang, antara lain deposito dan surat utang/obligasi/sukuk dengan tenor atau periode sebelum jatuh tempo kurang dari satu tahun.

Sebagai instrumen dengan tingkat risiko terendah, instrumen ini paling cocok untuk investor dengan tingkat toleransi risiko yang rendah, yakni investor-investor yang sebisa mungkin ingin menghindari risiko penurunan nilai investasi.

Kelompok investor ini umumnya tidak mempermasalahkan tingkat keuntungan investasi yang rendah dari instrumen ini, asalkan investasinya aman. Namun, jika tingkat keuntungannya terlalu rendah, tentu sulit juga bagi investor untuk terus mengandalkan instrumen ini.

Sebab, pada dasarnya tujuan investasi adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar mungkin dengan risiko serendah mungkin. Tidak heran, pada Februari 2021, instrumen ini mulai ditinggalkan oleh beberapa investor.

Sebagai instrumen dengan aset dasar berupa deposito perbankan, kinerja reksa dana pasar uang sangat berkaitan dengan dinamika di industri perbankan. Tingkat keuntungan instrumen ini akan sejalan dengan kebijakan suku bunga bank. Ini berhubungan pula dengan kebijakan Bank Indonesia.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Februari 2021 lalu, Bank Indonesia kembali memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 bps. Kini, suku bunga acuan ada di level 3,50%.

Ini melanjutkan penurunan suku bunga yang sudah dilakukan BI sejak tahun lalu. Sepanjang 2020, penurunan BI 7DRR dilakukan sebanyak lima kali dari 5,00% menjadi 3,75%. Tujuannya adalah untuk meningkatkan gairah korporasi/masyarakat untuk berinvestasi di sektor riil atau belanja, ketimbang hanya menyimpan uangnya di bank yang keuntungannya makin rendah.

Seiring dengan turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga ikut menurunkan suku bunga penjaminan. Untuk simpanan rupiah, besaran maksimal suku bunga simpanan yang dijamin LPS kini adalah 4,25%. Adapun, semula pada Januari 2020 bunga LPS ini masih 6,25%.

Suku bunga penjaminan 4,25% artinya LPS hanya memberikan jaminan pengembalian dana deposito nasabah perbankan yang bunganya kurang dari 4,25% per tahun. Jika sewaktu-waktu bank yang bersangkutan gagal dan mengalami likuidasi, dana nasabah dipastikan aman sebab akan dikembalikan LPS.

Oleh karena itu, bank cenderung akan segera menurunkan bunga deposito-nya ketika LPS menurunkan bunga penjaminan agar tetap masuk dalam jangkauan proteksi LPS.

Akhir-akhir ini, sejumlah bank besar sudah menurunkan tingkat bunga depositonya hingga ke level yang sangat rendah, bahkan terendah sepanjang sejarah. Lagi pula, suku bunga acuan Bank Indonesia saat ini adalah yang terendah sepanjang sejarah.

BCA misalnya, kini hanya memberikan bunga deposito sebesar 2,90% per tahun. Bank Mandiri juga hanya memberikan 3,00% per tahun, sedangkan BNI 3,50% per tahun. Bank CIMB Niaga bahkan hanya memberikan bunga 2,75% - 3,00% per tahun.

Secara rata-rata, bunga deposito industri perbankan memang sudah turun banyak setahun terakhir. Berikut ini perkembangan bunga deposito rata-rata industri perbankan berdasarkan data OJK:

Dari grafik tersebut, terlihat bahwa penurunan bunga deposito perbankan selama setahun hingga akhir 2020 cukup besar, yakni 102 bps atau dari 6,92% menjadi 5,80%.

Sebagai informasi, beberapa bank memang masih memberikan bunga deposito yang tinggi, bahkan lebih tinggi ketimbang bunga penjaminan LPS. Tentu saja ada risiko di baliknya, tetapi hal tersebut sering kali ditempuh oleh bank demi menarik minat masyarakat untuk menabung di bank mereka.

Biasanya, bunga deposito yang tinggi diberikan oleh bank-bank kecil dengan tingkat risiko bisnis yang tinggi pula. Tingginya bunga deposito yang mereka berikan sebenarnya juga mencerminkan tingkat risiko kegagalan bank yang besar pula.

Berikut ini perkembangan bunga deposito bank berdasarkan kelompok mereka. Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) I adalah kelompok bank terkecil dengan modal dasar di bawah Rp1 triliun, sedangkan BUKU IV adalah yang terbesar dengan modal dasar di atas Rp30 triliun.

Terlihat bahwa bunga deposito bank untuk semua kelompok bank menurun dalam beberapa tahun terakhir. Secara umum, bunga deposito pada BUKU I jauh lebih tinggi ketimbang BUKU IV, sejalan dengan persepsi risikonya.

Kelompok BUKU IV adalah bank-bank dengan kapasitas bisnis terbesar dan fundamental yang kuat antara lain adalah BCA, BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank CIMB Niaga, Bank Panin, Bank Danamon, dan terbaru yakni Bank Permata. 

Seberapa Untung Reksa Dana Pasar Uang?

Dengan tingkat bunga deposito yang kini makin rendah, lantas seberapa besar tingkat keuntungan reksa dana pasar uang? Apakah instrumen ini masih menarik sebagai sasaran investasi?

Di tengah kondisi pasar yang sangat tidak stabil tahun lalu, kinerja reksa dana pasar uang dapat dikatakan menjadi salah satu yang paling menguntungkan. Jenis reksa dana ini relatif tidak begitu terdampak oleh pandemi dan berhasil tetap mencatatkan tingkat keuntungan yang tinggi.

Berikut ini perbandingan kinerja industri reksa dana per jenis pada 2020 lalu berdasarkan indeks yang disusun oleh Infovesta Utama:

Dari data tersebut terlihat bahwa kinerja reksa dana pasar uang pada 2020 jauh lebih baik ketimbang kinerja reksa dana saham dan reksa dana campuran yang justru rugi.

Reksa dana pasar uang dapat tetap memberikan keuntungan karena instrumen ini menerima keuntungan yang pasti dari pembayaran bunga rutin. Oleh karena itu, meskipun tren suku bunga menurun, selama pembayaran bunga tetap dilakukan, reksa dana ini akan tetap menguntungkan.

Instrumen ini menjadi pilihan di saat potensi risiko reksa dana jenis lain meningkat. Kondisi pandemi dan resesi tahun lalu pun memberikan legitimasi bahwa kondisi pasar sedang tidak stabil, sehingga pilihan yang masuk akal adalah beralih ke instrumen yang paling minim risiko.

Lantas, bagaimana dengan tahun ini?

Kini, ekspektasi pemulihan ekonomi mulai meningkat. Kinerja instrumen investasi lain pun mulai menunjukkan perkembangan yang cukup meyakinkan. Pasar saham mulai atraktif kembali dan investor tampaknya mulai tidak sabar dengan tingkat keuntungan yang pas-pasan saja.

Berikut ini perkembangan kinerja indeks reksa dana per akhir Februari 2021 berdasarkan data Infovesta Utama:

Dari data tersebut terlihat bahwa kinerja indeks reksa dana saham berkinerja paling tinggi sepanjang dua bulan pertama tahun ini, sedangkan reksa dana pasar uang kinerjanya terbatas. Meskipun demikian, kinerja reksa dana pasar uang masih lebih baik ketimbang reksa dana pendapatan tetap.

Alhasil, meskipun reksa dana pasar uang itu aman dan masih menguntungkan, beberapa investor mulai mencoba peruntungannya di reksa dana saham.

Lagi pula, secara umum semua jenis reksa dana pasar uang hanya memberikan return kurang dari 1% pada dua bulan awal tahun ini, sedangkan beberapa jenis reksa dana saham sudah memberikan tingkat keuntungan puluhan persen.

Berikut ini daftar 5 reksa dana terbaik pada masing-masing jenis reksa dana untuk periode Februari 2020:


Reksa Dana Pasar Uang Mulai Ditinggalkan?

Kinerja reksa dana pasar uang yang cenderung terbatas pada awal tahun ini menyebabkan beberapa investor pun mulai meninggalkan instrumen ini. Hal ini setidaknya terlihat dari sisi perkembangan nilai aktiva bersih (NAB) jenis reksa dana ini sepanjang Februari 2021.

Berdasarkan data OJK, total NAB industri reksa dana pada Februari 2021 turun tipis 0,1% dibandingkan dengan posisi akhir Januari 2021. Penurunan paling tajam terjadi di jenis reksa dana pasar uang. Berikut ini datanya:

Dari data tersebut, terlihat bahwa NAB reksa dana pasar uang turun Rp7,68 triliun sepanjang Februari 2021 (-7,6%), sedangkan reksa dana saham dan pendapatan tetap naik masing-masing Rp3,15 triliun (2,5%) dan Rp2,78 triliun (2%).

Sementara itu, secara umum jumlah unit penyertaan reksa dana juga turun sepanjang Februari 2021 dari 441,03 miliar unit pada Januari 2021 menjadi tinggal 434,77 miliar. Artinya, selain ada kemungkinan peralihan investor dari reksa dana yang satu ke reksa dana lainnya, ada kemungkinan lain beberapa investor sepenuhnya keluar dari reksa dana.

Meskipun demikian, penurunan yang cukup tajam pada NAB reksa dana pasar uang sepanjang Februari 2021 menunjukkan bahwa investor memang mulai meninggalkan jenis instrumen ini.

Adakah Alternatif Terbaik?

Kendati kinerjanya terbatas, bukan berarti reksa dana pasar uang kehilangan daya tariknya sama sekali. Di pasar reksa dana, pangsa pasar instrumen ini masih menduduki posisi keempat terbesar. Instrumen ini kerap kali dijadikan sebagai tempat sementara bagi investor, terutama ketika sedang wait and see terhadap jenis instrumen lain yang lebih berisiko.

Jika menimbang prospek pemulihan ekonomi dan turunnya suku bunga acuan, reksa dana saham dan reksa dana pendapatan tetap justru lebih besar potensi return-nya tahun ini.

Dengan suku bunga yang makin rendah, secara teoritis pelaku usaha atau emiten akan lebih meminjam uang di bank untuk meningkatkan kinerja bisnisnya. Adanya ekspektasi pemulihan ekonomi bisa mendorong kepercayaan diri pelaku usaha ini untuk mulai agresif lagi berbisnis.

Jika demikian, tentu laba mereka berpotensi membaik tahun ini. Alhasil, wajar jika kinerja sahamnya pun akan ikut membaik.

Sementara itu, bagi pasar obligasi, suku bunga acuan yang turun bakal ikut menurunkan tingkat yield surat utang. Seperti diketahui, yield dan harga surat utang berhubungan terbalik. Jika yield turun, harga akan meningkat.

Jadi, turunnya bunga acuan berpotensi mendorong kenaikan harga obligasi tahun ini, yang tentu saja akan meningkatkan return reksa dana pendapatan tetap.

Hanya saja, kondisi saat ini justru berbeda karena di pasar global yield surat utang Amerika Serikat justru sedang meningkat, sehingga mendorong kenaikan yield surat utang negara-negara lainnya juga. Alhasil, harga obligasi Indonesia pun kini sedang turun, sehingga tingkat return reksa dana pendapatan tetap juga terbatas.

Lantas, reksa dana mana yang sebaiknya dipilih? Jika kamu ingin mengoptimalkan return investasi, reksa dana saham tentu tetap menjadi pilihan yang paling potensial. Namun, jika kamu masih ragu terhadap dinamika pasar dan kemungkinan penurunan hasil investasi, reksa dana pasar uang mungkin tetap jadi pilihan yang layak dipertimbangkan.


 

Tags: