Sri Mulyani “Titip Uang”, Bagaimana Kinerja Kredit Bank BUMN?

Date:

[Waktu baca: 7 menit]

Bank BUMN menjadi ujung tombak pemerintah saat ini untuk memacu ekonomi. Resesi tampaknya sudah tidak mungkin lagi terhindarkan. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan sudah mengonfirmasi bahwa Indonesia akan memasuki resesi.

Meskipun demikian, pemerintah bukannya tanpa “perlawanan” dalam menghadapi resesi yang sulit terhindarkan ini. Pemerintah sudah melakukan banyak cara demi menghindari pemburukan kinerja ekonomi. Tanpa upaya pemerintah ini, kinerja ekonomi nasional mungkin saja bisa lebih buruk.

Di antara beragam upaya yang telah dilakukan pemerintah tersebut, salah satunya adalah penempatan dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada sejumlah bank mitra guna mendorong penyaluran kredit produktif berbiaya murah kepada pelaku usaha.

Bank-bank BUMN dipilih sebagai mitra paling awal untuk penempatan dana ini. Dana senilai Rp30 triliun telah ditempatkan pada empat bank BUMN sejak 25 Juni 2020 untuk jangka waktu 3 bulan. Keempat bank tersebut yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

Pemerintah memberikan bunga yang lebih rendah dibandingkan bunga deposito kepada bank-bank BUMN penerima dana tersebut. Dengan demikian, bank-bank BUMN dapat menyalurkan dana tersebut melalui kredit dengan bunga yang juga lebih murah. Harapannya, beban pelaku usaha dapat diringankan dengan adanya dana murah tersebut.

Dari penempatan dana tersebut, keempat bank BUMN berhasil menyalurkan kredit hingga empat kali lipat dari dana tersebut, atau mencapai Rp126,18 triliun pada akhir periode penempatan atau per 26 September 2020.

Jumlah debitur yang menerima kucuran kredit itu mencapai 1,66 juta, jumlah yang tentu cukup banyak. Keberhasilan ini pun akhirnya mendorong pemerintah untuk memperpanjang periode penempatan dana tersebut hingga 110 hari atau hingga 13 Januari 2021, sekaligus menambah nilai penempatan sebesar Rp17,5 triliun.

Berikut ini rincian penempatan dana negara pada keempat bank BUMN:


Sulit untuk mengukur dampak dari penempatan dana tersebut terhadap kinerja ekonomi. Lagi pula, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit industri perbankan secara total hanya 1,04% year on year per Agustus 2020.

Ini bahkan lebih rendah dibandingkan Juni dan Juli 2020 yang masing-masing 1,49% yoy dan 1,53% yoy. Pertumbuhan kredit Agustus 2020 adalah yang terendah sejak krisis 1998.

Dengan capaian pertumbuhan kredit yang rendah ini, laporan kinerja penyaluran kredit dari dana PEN oleh bank BUMN menjadi kurang meyakinkan.

Atau boleh jadi, kredit industri perbankan mungkin saja seharusnya sudah negatif, bukan lagi melambat, melainkan turun. Adanya kredit yang disalurkan melalui dana PEN menyebabkan kredit masih bisa tumbuh positif hingga Agustus 2020. Kemungkinan tersebut tentu saja terbuka.

Untuk mengetahui kinerja bank-bank BUMN, kita dapat mengecek laporan keuangan bulanannya. Sejauh ini, keempat bank telah merilis laporan keuangan bulanan per Agustus 2020.

Dana PEN telah ditempatkan di bank BUMN sejak Juni 2020, sehingga tentu dampaknya sudah terefleksi dalam laporan keuangan bulanan bank per Agustus 2020. Berikut ini perbandingan kinerja kredit keempat bank BUMN tersebut (Rp triliun):

Dari tabel tersebut, terlihat bahwa selain BTN, bank-bank BUMN lainnya berhasil membukukan pertumbuhan kredit yang positif. Selain itu, jika dibandingkan pertumbuhan kredit total industri perbankan yang hanya 1,04% yoy, kinerja kredit tiga bank BUMN selain BTN tersebut masih jauh lebih baik.

Namun, apakah kinerja penyaluran kredit bank-bank BUMN tersebut menjadi lebih baik dibandingkan dengan periode sebelum penempatan dana PEN?

Untuk mengetahui hal tersebut, kita dapat mengecek laporan keuangan bulanan keempat bank tersebut per Juni 2020, atau sebelum penempatan dana PEN dilakukan. Berikut ini kinerja keempat bank tersebut (Rp triliun):

Dari data tersebut, terlihat bahwa hanya Bank Mandiri yang mengalami peningkatan laju pertumbuhan kredit pada Agustus dibandingkan Juni, sedangkan ketiga bank lainnya justru mencatatkan perlambatan laju pertumbuhan kredit pada Agustus dibandingkan Juni sebelum mendapatkan dana PEN.

Meskipun demikian, pertumbuhan kredit industri perbankan secara total pada Agustus (1,04% yoy) pun memang melambat dibandingkan Juni (1,49% yoy). Hal ini berarti tren perlambatan kredit terjadi di seluruh industri perbankan, tidak saja pada bank BUMN.

Fakta bahwa kredit industri perbankan secara total tumbuh lebih rendah dibandingkan bank-bank BUMN besar selain BTN, menunjukkan bahwa kinerja bank-bank BUMN sejauh ini masih cukup solid. Tantangan yang lebih besar justru berada di kalangan bank-bank swasta atau bank-bank yang lebih kecil.

Sama seperti BTN, sejumlah bank swasta lain tentu sudah mengalami penurunan kinerja kredit pada kuartal ketiga tahun ini, apalagi pemerintah telah mengonfirmasi Indonesia masuk resesi. Perbankan sebagai jantung ekonomi tentu memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kinerja ekonomi secara keseluruhan.

Keputusan pemerintah untuk menempatkan dana murah pada bank-bank besar BUMN ini di satu sisi memang dapat membantu mendorong perekonomian. Namun, di sisi lain, kredit murah yang disalurkan bank BUMN dengan dana pemerintah ini berpotensi pula menarik debitur dari bank-bank lainnya untuk berpindah ke bank-bank BUMN.

Alhasil, bank-bank swasta justru akan makin terpuruk, karena nasabahnya memilih beralih ke bank BUMN. Hal ini menjadi salah satu kritik yang sempat disampaikan oleh Perhimpunan Bank Nasional atau Perbanas kepada pemerintah terkait program ini. Meskipun demikian, langkah proaktif pemerintah ini tentu tetap layak diapresiasi.