BBCA "Rajin" Akuisisi Bank: Kenapa?

Date:

[Waktu baca: 4 menit]

Pada Senin, 16 November 2020, BCA Syariah mengumumkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) menyetujui penggabungan dengan Bank Interim.

Bank Interim, dulu bernama Bank Rabobank, akan bergabung dengan anak usaha Bank Central Asia (BBCA) yang bergerak di bidang syariah tersebut. BCA Syariah akan menjadi surviving entity setelah penggabungan itu.

Bank Interim dibeli oleh BBCA dengan nilai akuisisi Rp643,65 miliar pada September 2020. Bank Interim adalah bank kedua yang dibeli oleh BBCA dalam dua tahun terakhir.

Sebelumnya, BBCA mengakuisisi 100% saham Bank Royal Indonesia pada 2019. Akuisisi itu menambah daftar entitas anak BBCA. 

Aksi korporasi ini "berlawanan" dengan tren merger and acquisition (M&A) bank di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, bank nasional lebih banyak diakuisisi oleh bank asing.

1. Bank Bukopin diakuisisi Kookmin Bank
2. Bank Permata diakuisisi Bangkok Bank
3. Bank Agris diakuisisi Industrial Bank of Korea
4. Bank Dinar Indonesia diakuisisi APRO Financial
5. Bank Danamon diakuisisi Mitsubishi UFJ
6. Bank BTPN diakuisisi Sumitomo Mitsui

BBCA justru mengakuisisi bank yaitu Bank Rabobank (kini Bank Interim). Rabobank sebelumnya adalah anak usaha Rabobank Group yang berbasis di Belanda. Mengapa BBCA melakukan akuisisi Bank Rabobank dan Bank Royal?

Selain alasan yang pernah disampaikan oleh manajemen (seperti konsolidasi perbankan nasional), berikut ini sejumlah kemungkinan lainnya:

1. Persaingan Bank Syariah?

Bank Interim digabung dengan BCA Syariah. Merger ini dilakukan di tengah mega-merger bank syariah BUMN (BRI Syariah, Mandiri Syariah dan BNI Syariah). Bank syariah BUMN hasil merger itu diperkirakan akan menguasai lebih dari separuh pasar bank syariah secara nasional.

Pasar bank syariah di Indonesia sangat besar. Namun, banyak kalangan meyakini potensi pasar bank syariah belum dioptimalkan dan masih besar potensi pertumbuhannya di masa depan. 

2. Bank Digital

Bank Royal akan menjadi Bank Digital BCA. Potensi bank digital di Indonesia ini diyakini oleh banyak pihak masih sangat besar. Salah satu kajian McKinsey menyatakan bahwa konsumen Indonesia sangat terbuka terhadap digital banking.