Harga 55 Saham Ini Belum Kembali ke Level IPO

Date:

[Waktu baca: 5 menit]

Harga pasar sebagian besar saham di Bursa Efek Indonesia lebih tinggi daripada harga penawaran umum perdana (IPO). Artinya, harga saham tersebut telah naik setidaknya dibandingkan harga IPO. 

Peningkatan harga saham itu sedikit banyak menunjukkan perkembangan perusahaan yang menjadi underlying asset saham tersebut. Peningkatan harga seperti itulah yang diharapkan oleh investor saham kebanyakan.

Namun, tidak semua saham bernasib demikian. Sejumlah saham ternyata harganya bergerak turun hingga harganya berada di bawah harga IPO. Bagi investor yang membeli saham tersebut di harga IPO dan masih memegangnya hingga kini, tentu saja hal tersebut adalah kerugian yang belum direalisasikan.

Baca Juga: 5 Perusahaan Besar yang Belum IPO di BEI

Dalam situasi tersebut, apabila saham itu kelak diputuskan untuk dijual dengan harga yang masih lebih rendah daripada harga IPO maka investor melakukan cut loss. Kerugian seperti itu tentu saja menjadi salah satu risiko dalam investasi saham.

Berikut ini sejumlah saham yang harganya (per 7 Desember 2020) masih berada di bawah harga IPO:

Nomor Saham Harga IPO Harga Kini Perubahan
1 APII 220 161 -27%
2 BIKA 1000 202 -80%
3 BIRD 6500 1480 -77%
4 CARS 1750 50 -97%
5 CINT  330 246 -25%
6 DPUM 550 53 -90%
7 DYAN 350 53 -85%
8 ECII 4050 730 -82%
9 ELSA 400 368 -8%
10 GIAA 750 448 -40%
11 GMFI 400 157 -61%
12 HOTL 185 50 -73%
13 HRTA 300 284 -5%
14 ICON 118 97 -18%
15 IDPR 1280 178 -86%
16 IMJS 500 436 -13%
17 IPCC 1640 436 -73%
18 IPCM 380 308 -19%
19 ISSP 295 166 -44%
20 KINO 3800 2830 -26%
21 KRAS 850 450 -47%
22 LRNA 900 218 -76%
23 MAGP 110 50 -55%
24 MPMX 1500 460 -69%
25 NRCA 850 374 -56%
26 PORT 535 454 -15%
27 POWR 1500 710 -53%
28 PPRE 430 266 -38%
29 PPRO 185 119 -36%
30 PRDA 6500 3540 -46%
31 SDMU 225 67 -70%
32 SOCI 550 172 -69%
33 SRTG 5500 3300 -40%
34 TUGU 3580 1775 -50%
35 WEGE 290 260 -10%
36 WSBP 490 242 -51%
37 WTON 590 394 -33%
38 FOOD 135 106 -21%
39 POLI 1635 825 -50%
40 HRME 105 57 -46%
41 JAST 246 116 -53%
42 BOLA 175 155 -11%
43 KAYU 150 76 -49%
44 ENVY 370 50 -86%
45 ARKA 236 73 -69%
46 INOV 250 172 -31%
47 HDIT 525 298 -43%
48 KEEN 396 300 -24%
49 BAPI 150 50 -67%
50 TFAS 180 159 -12%
51 GGRP 840 474 -44%
52 DMMX 230 198 -14%
53 WOWS 450 71 -84%
54 IFSH 440 354 -20%
55 PMJS 125 110 -12%

 

Dari tabel di atas, setidaknya terdapat 50an saham yang harganya berada di bawah harga penawaran. Empat saham (BAPI, MAGP, ENVY, CARS, HOTL) di antaranya bahkan terkapar di Rp50 atau batas bawah harga saham di Bursa Efek Indonesia.

Baca Juga: Peluang Investasi Saham IPO 2021

Apa yang bisa dipelajari dari data ini?

1. Berhati-hati Memilih Saham

Tidak semua saham harganya berada dalam tren naik dalam jangka menengah atau jangka panjang setelah IPO. Sebagian saham justru berada dalam tren turun dengan harga pasar lebih rendah daripada harga IPO.

Benar, tidak jarang harga saham melonjak tinggi setelah IPO bahkan sejak hari pertama perdagangan. Namun, tidak sedikit pula saham yang bernasib sebaliknya.

Oleh karena itu, investor perlu lebih berhati-hati dalam memilih saham yang akan dibeli. Salah satu cara sederhana untuk memilih saham adalah menyeleksi saham yang masuk ke dalam indeks tertentu yang dirilis oleh BEI seperti Indeks LQ-45, IDX80, IDX30, IDX Value30, IDX Growth30 dan sebagainya.

Tentu saja, memilih saham yang masuk ke dalam berbagai indeks itu juga belum menjamin keuntungan bagi investor. Oleh karena itu, investor setidaknya perlu melakukan analisa (fundamental atau teknikal) yang memadai untuk saham yang dibelinya.

2. Risiko Investasi

Pasar saham kerap diidentikkan dengan keuntungan yang berlipat ganda. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya keliru. Namun, potensi keuntungan yang tinggi juga berbanding lurus dengan risiko. Prinsip yang dikenal umum terkait hal ini adalah high risk high return.

Seperti pernah dibahas di artikel ini, investasi saham setidaknya memiliki tiga risiko yaitu capital loss, suspensi hingga likuidasi. Penurunan harga saham yang mengakibatkan kerugian bagi investornya disebut sebagai capital loss.

Aspek risiko ini perlu dipertimbangkan dalam memilih saham. Saham yang tampak bisa memberikan keuntungan cepat dalam waktu singkat bukan tidak mungkin berbalik arah dalam waktu yang tidak disangka-sangka. 

3. Cut Loss atau Averaging Down?

Kendati demikian, tidak semua saham yang harganya berada di bawah harga IPO tidak bisa naik lagi di masa mendatang. Sebagai pengingat, Big Alpha pernah mengulas mengenai sejumlah saham Indeks LQ-45  yang harganya di bawah harga IPO pada Juni 2020.

Kurang dari enam bulan kemudian, harga sejumlah saham tersebut seperti TKIM, MNCN dan ITMG terus mendaki seiring reli IHSG pada November-Desember 2020. Harga sejumlah saham indeks LQ-45 itu telah di atas harga IPO saat tulisan ini diterbitkan.

Apa artinya? Saham-saham tertentu memiliki potensi untuk mengalami peningkatan harga di masa depan. Penurunan harga yang terjadi karena situasi tertentu (resesi, misalnya) dapat digunakan sebagai momentum untuk membeli saham di harga pasar yang lebih rendah bagi investor yang masih memiliki "peluru" (modal).

Strategi yang biasa dikenal dengan averaging down ini tentu saja membutuhkan pertimbangan berupa analisa sebagai bagian dari upaya menemukan saham berharga murah (undervalue) yang dapat memberikan keuntungan di masa depan.

Sebaliknya, apabila analisa mengindikasikan kondisi dan proyeksi yang kurang baik di masa depan, investor dapat mempertimbangkan untuk menjual saham tersebut dengan harga lebih rendah daripada harga beli (cut loss). Bagi sebagian investor, keputusan cut loss terkadang diperlukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar.