IRRA: Berkah Pandemi dan Potensi Setelahnya

Date:

Kondisi pandemi tidak selamanya menjadi kabar buruk. Bagi beberapa sektor industri, pandemi justru menjadi berkah terselubung. Salah satu sektor yang justru menikmati keuntungan dari kondisi pandemi adalah sektor-sektor di bidang kesehatan.

Tidak mengherankan jika akhirnya banyak emiten dari sektor kesehatan ini, baik di industri rumah sakit, farmasi, laboratorium, dan alat kesehatan, mengalami kenaikan kinerja keuangan selama pandemi. Saham mereka pun banyak diburu investor, bahkan dijadikan ajang spekulasi sejak tahun lalu.

Salah satu emiten yang sempat fenomenal pada awal tahun ini adalah PT Itama Ranoraya Tbk. atau yang lebih dikenal dengan kode emiten IRRA. Emiten ini listing di Bursa Efek Indonesia sejak 15 Oktober 2019 dengan harga Rp 374 per saham. Hingga awal 2020, harganya tidak lebih dari Rp500.

Namun, begitu pandemi terkonfirmasi masuk ke Indonesia, perlahan harga saham IRRA mulai merangkak naik. Pada awal tahun ini, saham ini menjadi sangat panas sebab beberapa kali mengalami auto rejection atas (ARA) hingga menyentuh Rp3.700 pada 11 Januari 2021.

Itu berarti, jika dihitung dari harga IPO-nya, kenaikan harga saham IRRA mencapai 889% dalam waktu kurang dari 2 tahun. Namun, setelah menyentuh harga puncak tersebut, saham IRRA langsung terjun bebas hingga ke level Rp1.685 pada 1 Februari 2021. Dengan kata lain, turun 54% hanya dalam tiga pekan.

Volatilitas harga saham IRRA ini menyebabkan banyak investor yang ‘nyangkut’ akibat terlanjur beli di harga tinggi, sedangkan saham IRRA kesulitan untuk kembali mencapai level Rp3.000.

Harga sahamnya sempat kembali naik hingga mencapai Rp2.600 pada 25 Februari 2021, tetapi turun lagi Rp1.405 pada 18 Juni 2021. Kini, harga saham IRRA bergerak di kisaran Rp1.700-an. Aktivitas transaksinya pun tidak begitu ramai.

Namun, terlepas dari itu, bagaimana dengan kinerja IRRA sendiri? Apakah emiten ini memang benar-benar diuntungkan secara kinerja bisnisnya akibat pandemi, ataukah sahamnya terbang semata-mata karena sentimen sektoralnya saja?

 

Kinerja Keuangan IRRA

IRRA adalah emiten yang bergerak di sektor bisnis alat kesehatan. Produk utamanya adalah jarum suntik. Harga saham IRRA meroket pada awal tahun ini terutama karena sentimen vaksin Covid-19 yang bakal membutuhkan jutaan jarum suntik.

Jumlah penduduk Indonesia per 2019 lalu mencapai 270,6 juta. Jika vaksin Covid-19 harus diberikan pada seluruh penduduk Indonesia dan masing-masing orang mendapatkan dua kali suntikan, maka ada potensi konsumsi jarum suntik nasional hingga 540 juta unit. Ini di luar kebutuhan medis rutin.

Tentunya ini menjadi potensi yang sangat besar bagi perusahaan. IRRA sendiri menjadi satu-satunya perusahaan yang telah berstatus emiten yang bergerak di sektor bisnis ini. Di samping itu, perseroan juga produsen jarum suntik sekali pakai atau auto disable syringe (ADS) terbesar di Asia.

Tepatnya, produsen jarum suntik ADS terbesar itu adalah PT Oneject Indonesia (Oneject). Ini adalah sister company dari IRRA, sekaligus pemasok jarum suntik bagi IRRA. Saat ini, perseroan sedang dalam proses untuk mengakuisisi Oneject agar menjadi anak usahanya, bukan lagi mitra sister company.

Pada paruh pertama tahun ini, vaksin Covid-19 terbukti bukan hanya sekadar sentimen bagi kinerja IRRA, melainkan penopang pertumbuhan yang pesat. Pendapatan IRRA pada paruh pertama tahun ini sudah mencapai Rp 565,2 miliar. Nilai ini bahkan lebih tinggi dibandingkan capaian setahun penuh 2020.

Ini sangat luar biasa, sebab capaian pendapatan sepanjang 2020 lalu saja sudah tumbuh 100% dibandingkan capaian pendapatan 2019 yang sebesar Rp 281,7 miliar.

Sementara itu, laba bersih IRRA pada semester I/2021 mencapai Rp 50,74 miliar, hampir menyamai capaian sepanjang 2020 yang senilai Rp 60,52 miliar. Ini sudah jauh lebih besar ketimbang capaian laba bersih setahun penuh pada periode 2018 atau 2019.

Jika dibandingkan dengan capaian pada paruh pertama 2020, pendapatan dan laba IRRA pada semester I/2021 ini tumbuh masing-masing 611,6% dan 1.270% year-on-year (YoY). Ini jelas pertumbuhan yang sangat luar biasa. Berikut ini kinerja IRRA dalam beberapa tahun terakhir:

Proses vaksinasi Covid-19 masih akan berlanjut pada paruh kedua tahun ini bahkan sampai kuartal pertama tahun depan. Oleh karena itu, hampir pasti kinerja keuangan IRRA pada akhir tahun ini akan bertumbuh lebih jauh lagi.

Lagi pula, sumber pendapatan IRRA juga berasal dari penjualan pasokan alat swab antigen Panbio. Produk in vitro berupa antigen test masih penyumbang terbesar penjualan perseroan, diikuti produk Abbott lainnya seperti Reagen dan Mesin plasma yaitu Terumo.

 

Potensi Besar IRRA

IRRA baru saja mendapatkan kontrak pengadaan 50 juta jarum suntik jenis ADS dari Kementerian Kesehatan untuk program vaksinasi pemerintah. Penandatanganan kontrak sales and purchase agreement (SPA) sudah dilakukan pada 19 Agustus 2021 lalu.

Jarum suntik yang dipesan adalah jarum khusus berukuran 0,3 ml. Jarum ini akan digunakan secara khusus untuk vaksin Pfizer/BioNTech. Ini merupakan vaksin Covid-19 hasil kerjasama produksi antara Pfizer Inc perusahaan farmasi asal Amerika dan BioNTech perusahaan bioteknologi asal Jerman.

Ini ukuran yang berbeda dibandingkan yang digunakan untuk vaksin lainnya seperti Astrazeneca, Sinovac, maupun Moderna yang menggunakan ADS berukuran 0,5 ml.

Jarum suntik ADS ukuran 0,3 ml merupakan produk yang belum banyak tersedia di pasar global, tetapi Oneject Indonesia sudah mampu lebih dahulu memproduksi jarum suntik tersebut. Ini memberikan keuntungan kompetitif yang besar bagi perseroan.

Ini adalah kontrak pertama dari Kementerian Kesehatan kepada perseroan untuk tahun ini. Artinya, ini akan menjadi pemasukan tambahan di samping yang sudah diperoleh perseroan sepanjang paruh pertama tahun ini.

Selama ini, peningkatan permintaan jarum suntik IRRA terjadi karena adanya peralihan dari penggunaan jarum suntik konvensional atau non-ADS ke jarum suntik ADS. Selama pandemi, terjadi kenaikan fantastis pada permintaan jarum suntik ADS ini di pasar global.

Hal ini didukung pula oleh adanya standarisasi dari badan kesehatan dunia WHO untuk kategori alat suntik yang digunakan untuk vaksinasi. Kini, jarum suntik ADS menjadi produk wajib standar WHO untuk program vaksinasi dan imunisasi, termasuk untuk vaksinasi Covid-19.

WHO mulai mencanangkan 2020 sebagai tahun awal untuk dunia kesehatan di seluruh negara menggunakan alat suntik aman. Ke depan permintaan jarum suntik ADS & Safety Needle tidak hanya bicara vaksinasi Covid-19, tetapi juga peralihan dunia medis global.

Saat ini, penggunaan jarum suntik ADS medis di rumah sakit, klinik, dan laboratorium baru mencapai 20%. Dengan demikian, masih ada potensi 80% penggunaan jarum suntik medis non-ADS yang akan beralih menjadi ADS. Ini menjadi tumpuan prospek IRRA di samping pembelian dari pemerintah.

Dari sisi kapasitas, perseroan pun sudah siap untuk menyambut permintaan yang tinggi. Kapasitas jarum suntik Oneject di pabrik baru Cikarang sudah mencapai 600 juta unit per tahun, sehingga jika ditambah kapasitas pabrik di Bogor yang sebesar 300 juta unit per tahun, totalnya sudah 900 juta unit.

Dengan kapasitas ini saja, posisi Oneject sebagai produsen jarum ADS terbesar di Asia sudah kokoh. Namun, untuk memanfaatkan momentum pandemi, perusahaan itu akan meningkat kapasitasnya mencapai 1,2 miliar per tahun pada akhir tahun ini.

Pabrik di Cikarang masih akan ditingkatkan kapasitasnya dari 600 juta menjadi 900 juta unit per tahun, sehingga ditambah pabrik di Bogor menjadi 1,2 miliar per tahun pada tahun ini. Semula, target kapasitas 1,2 miliar per tahun itu baru akan dicapai pada 2024. Pembangunan yang dimulai sejak 2019 itu menelan anggaran hingga Rp 350 miliar.

Tahun depan, perseroan menargetkan kapasitas produksi dapat mencapai 2 miliar per tahun. Oleh karena itu, Oneject akan mempercepat pembangunan pabrik baru jarum suntiknya. Sebab, pangsa pasarnya tidak saja domestik, tetapi mancanegara.

Sebagai gambaran, data WHO mengatakan bahwa kurang lebih 16 miliar suntikan diberikan setiap tahun, di mana hanya 5%-10% yang diperuntukkan bagi vaksinasi dan imunisasi, atau hanya 1,6 miliar. Namun, adanya pandemi menyebabkan kebutuhan untuk vaksinasi Covid-19 saja mencapai 8-10 miliar jarum suntik.

Oleh karena itu, percepatan peningkatan kapasitas produksi memang adalah tuntutan pasar, sebab peningkatan permintaan kini lebih cepat dibandingkan pertumbuhan kapasitas produksi. Oneject sendiri sudah mendapatkan kontrak pembelian 850 juta jarum suntik dari Unicef hingga akhir 2022.

Khusus untuk Indonesia saja, demi mencapai herd immunity dibutuhkan setidaknya 440 juta dosis vaksin dengan asumsi dua dosis per orang. Sementara itu, berdasarkan riset APEC, kebutuhan vaksin dunia untuk mencapai herd immunity mencapai 14 miliar dosis.

Untuk memanfaatkan momentum inilah Oneject berencana untuk berkonsolidasi dengan IRRA sehingga bisnis dalam satu grup menjadi lebih sinergis, sekaligus meningkatkan akses perseroan terhadap pendanaan dari pasar modal.

 

Strategi Lanjutan IRRA

Di samping memperkuat sinergi bisnis dengan Oneject melalui konsolidasi, IRRA juga memiliki sejumlah rencana strategis lain guna mengembangkan bisnisnya dalam jangka panjang.

Kondisi pandemi jelas adalah kondisi yang luar biasa dan tentu diharapkan tidak akan berkepanjangan. Oleh karena itu, jika nantinya kondisi pandemi berakhir, sumber pendapatan IRRA pun bakal terancam berkurang drastis.

Artinya, kinerja keuangan yang cemerlang saat ini boleh jadi tidak akan terulang lagi di masa mendatang dan perseroan harus bekerja ekstra keras jika ingin mempertahankan tingkat pertumbuhan yang berkesinambungan.

Manajemen IRRA mengabarkan bahwa perusahaan berencana untuk tidak saja mengandalkan bisnis distribusi jarum suntik, tetapi akan mendiversifikasikan bisnisnya hingga ke lini manufaktur. Langkah ini sudah jelas yakni dengan mengakuisisi Oneject.

Namun, di luar itu perseroan juga akan berinvestasi di layanan jasa kesehatan klinik laboratorium dan jasa kesehatan elektronik atau e-health services. Untuk itu, tahun ini perseroan menganggarkan belanja modal senilai Rp 250 miliar hingga Rp 300 miliar, meningkat pesat dari tahun lalu yang hanya Rp 25 miliar.

Akuisisi Oneject ditargetkan rampung akhir tahun ini. Dengan demikian, pada 2022 nanti IRRA tidak hanya dikenal sebagai distributor alat kesehatan, tetapi juga sebagai produsen dan sampai ke jasa layanan kesehatan.

Adapun, Oneject sendiri juga sudah bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) untuk mempersiapkan produksi kantong darah. Selama ini, kantong darah yang digunakan PMI berasal dari produk impor.

Pabrik Oneject di Cikarang juga tidak saja diperuntukkan bagi produksi jarum suntik, tetapi juga sudah dikonsepkan sebagai area produksi original equipment manufacturer (OEM), antara lain produksi lokal alat swab antigen Panbio/Bioquick Covid -19 milik produsen alat kesehatan Global Abbott Laboratories yang bekerja sama dengan IRRA.

Akuisisi Oneject sendiri menjadi langkah strategis IRRA, sebab perusahaan ini sudah beroperasi secara global sebagai pengekspor. Dari target kontrak dengan Unicef sebesar 850 juta unit ADS, sebesar lebih dari 300 juta di antaranya akan diserahkan tahun ini.

Penjualan ekspor alat suntik ADS ini bukan kali pertama. Sebelumnya Oneject sudah melakukan ekspor ke Italia, Jerman, Nepal, Kuba, Pakistan, Algeria, Kenya, Tanzania, Sri Lanka dan juga penjualan ke lembaga internasional lainnya sejak tahun 2008.

Tahun ini, selain Unicef dan Ukraina, proses negosiasi penjualan juga sedang berjalan dengan negara-negara lain di Afrika, Jerman, Kanada, Sri Lanka dan India. Ekspor Oneject sangat menguntungkan, sebab tingkat kandungan dalam negerinya (TKDN) mencapai 60%.

Hingga tahun depan, IRRA akan memiliki anggaran belanja modal jumbo seiring dengan realisasi proses transformasi ini yang ditargetkan rampung tahun depan. Hasil transformasi ini bakal lebih terefleksikan pada kinerja keuangan 2022 mendatang.

Untuk mendukung permodalan, perseroan akan mengandalkan pinjaman bank ataupun menjajaki kemungkinan menerbitkan surat utang dan penggunaan saham treasury. Perseroan masih memiliki 100 juta lembar saham treasury yang standby sebagai sumber pendanaan.

Artinya, jika transformasi bisni ini berjalan lancar, kita dapat berharap bahwa kinerja ciamik IRRA bakal bertahan dalam jangka panjang. Meskipun volatilitas harga sahamnya selama ini cukup tinggi, sahamnya masih tetap prospektif.

Penurunan harga sahamnya selama ini telah menempatkan IRRA di level harga yang lebih wajar. Hal ini justru baik bagi investor IRRA untuk kembali mencoba menjajaki peluang saham emiten ini.