Sektor Saham Jawara 2020: Tambang!

Date:

[Waktu baca: 3 menit]

Perdagangan saham 2020 telah berakhir. IHSG ditutup di level 5.979, turun 5,09% dibandingkan dengan posisi awal 2020.

Salah satu penyebab utama IHSG melorot adalah kepanikan investor terhadap pandemi corona. Pada kuartal I/2020, IHSG bahkan sempat turun lebih dari 20% secara year to date.

Setelah itu, mulai kuartal 4/2020, IHSG perlahan memantul karena berbagai faktor. Saat harga saham berguguran, ada sektor yang kinerjanya mengkilap sepanjang 2020. 

Perhatikan tabel berikut:

Sumber: BEI

Dari 10 sektor saham yang ada di BEI, hanya sektor pertambangan yang hijau secara year to date.  Artinya, sebagian besar saham-saham pertambangan berkinerja positif sepanjang 2020.

Sektor tambang terdiri dari tambang batubara, produksi gas alam dan minyak bumi, tambang mineral dan logam dan penggalian tanah. Dari berbagai subsektor itu, subsektor tambang batubara yang paling banyak penghuninya (24 emiten).

Baca Juga: Apa Arti Bid dan Offer Saham?

Secara umum, kinerja saham sektor tambang moncer karena dipengaruhi faktor peningkatan harga komoditas. Seperti diketahui, saham komoditas (termasuk tambang) cukup sensitif terhadap dengan harga komoditas.

Maksudnya, pergerakan harga saham mengikuti pergerakan harga komoditas. Saat harga komoditas naik maka harga saham turut naik, begitupula sebaliknya. Apa yang terjadi pada 2020 adalah peningkatan harga berbagai komoditas tambang seperti batubara, nikel dan emas. Peningkatan harga itu sendiri dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya peningkatan permintaan.

Masih segar di ingatan bagaimana harga emas melesat pada awal 2020. Di BEI terdapat sejumlah emiten yang salah satu kegiatan usahanya adalah penambangan emas seperti ANTM, MDKA, PSAB dan sebagainya.

Harga emas melesat karena peningkatan permintaan instrumen yang sering dianggap sebagai safe haven ini. Emas adalah instrumen yang banyak diburu ketika kondisi dianggap sedang sulit dan kacau balau seperti yang terjadi pada 2020.

Bagaimana prospek emiten penambang emas pada 2021 yang diproyeksikan menjadi tahun pasca-pandemi? Big Alpha mengulasnya dalam konten premium berikut: Kilau Emas dan Emiten Penambang Emas 2021.

Sementara itu, harga batubara melesat di akhir 2020 setelah sempat terjungkal pada kuartal I/2020. Salah satu penyebabnya adalah peningkatan permintaan dari China seiring tibanya musim dingin.

Saat musim dingin, konsumsi listrik biasanya meningkat untuk berbagai peralatan, misalnya, pemanas ruangan. China masih banyak menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan bakar batubara. 

Karena China belum mampu memenuhi kebutuhan batubara domestiknya dari produksi dalam negeri, negeri Tirai Bambu itu mengimpor batubara dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Emiten batubara Indonesia, seperti ADRO, banyak mengekspor batubara ke China.

Baca Juga: Prospek Saham Sektor Properti 2021

Saat permintaan batubara meningkat, perusahaan yang ketiban untung bukan hanya perusahaan yang memiliki konsesi tambang batubara melainkan juga perusahaan kontraktor tambang batubara. Big Alpha mengulas prospek saham perusahaan kontraktor batubara dalam tulisan berikut: Batu Bara Melejit, Saham Kontraktor Tambang (UNTR, DOID, PTRO), Menarik?

Subsektor tambang lainnya yaitu nikel juga membuat kejutan pada 2020. Nikel adalah salah satu komoditas tambang yang banyak dibicarakan pada 2020 seiring berbagai rencana pengembangan mobil listrik di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Seperti diketahui, nikel adalah salah satu bahan baku pembuatan baterai yang akan menjadi bahan bakar mobil listrik. Sejauh ini, pemerintah telah menunjukkan dukungannya dalam hal pengembangan mobil listrik di Indonesia.

Harga nikel juga melesat sepanjang 2020. Peningkatan harga beserta permintaan terhadap komoditas ini berdampak terhadap perusahaan yang memiliki tambang nikel seperti INCO. Laba perusahaan ini bahkan melesat belasan ribu persen pada kuartal 3/2020.