Tanijoy dan Relasi Kepercayaan

Date:

Angin segar berhembus tatkala perusahaan rintisan Tanijoy menghubungi Indah, bukan nama sebenarnya, seorang guru dan mahasiswa pasca sarjana Maret 2021. Saat itu, Indah bersama dengan 400-an pemberi pinjaman melakukan virtual meeting untuk meminta kejelasan perihal dana investasi mereka. 

“Saya berpikir kalau mereka punya itikad baik ketika mengajak diskusi lewat zoom, setelah sebelumnya sempat menghilang dan tak ada kabar,” ucap Indah. 

Belakangan Tanijoy berjanji untuk melakukan pengembalian secara bertahap dengan jangka waktu tiga tahun tanpa jaminan. Hal itu terucap kala Nanda Putra bersama para pemberi pinjaman melakukan meeting terakhir Maret 2021. Melansir Kompas, Tanijoy lewat surat keterangan resminya, sudah mengaku bersalah.  

Meski begitu, masalah tak serta merta berhenti.

Menurut Indah kepada Big Alpha, Tanijoy sempat hilang kabar sejak awal tahun 2020 meski sempat beberapa kali mengirimkan surel terkait keberlanjutan dana investasi para lender. Sikap Tanijoy terkesan pasif dan tak memberikan tanggapan terkait tuntutan para peminjam. 

“Mereka nggak transparan,” pungaksnya. 

Indah dan sejumlah pemberi pinjaman beralasan ada kejanggalan dalam laporan keuangan yang diberikan perusahaan P2P Lending tersebut. Kepada Big Alpha ia menjelaskan bahwa beberapa proyek memiliki laporan keuangan - nama petani, nilai kerugian, dan lokasi - sama persis padahal berbeda komoditas. 

Jika di runut, Indah sebenarnya sudah melakukan investasi di Tanijoy sejak 2019. Awalnya, setiap proyek yang dia ikuti berjalan lancar. Imbal hasil selalu didapat sesuai dengan klausul perjanjian. 

Masalah bermulai pada akhir tahun 2019. Proyek yang diikuti Indah mandeg dan tertahan. Perasaan tidak enak sempat hilang sejenak ketika pihak dari Tanijoy mengirimkan surel terkait keterlambatan dan keterangan proyek yang mandeg. 

“Kumbung jamur punya petani roboh,” katanya.

Meski sudah harap-harap cemas, Indah masih bisa mentolerir masalah tersebut. Namun, pihak Tanijoy tidak menepati pengembalian imbal hasil sesuai dengan perjanjian pada Maret 2020. 

Indah sempat khawatir saat aplikasi Tanijoy hilang dari Playstore dan websitenya tak bisa diakses. Waktu itu ia kembali menerima surel dari Nanda, CEO Tanijoy. Berdasarkan isi surel, Tanijoy menonaktifkan sejumlah fitur seperti registrasi nasabah, penawaran pendanaan, dan top up saldo, karena mereka saat itu sedang dalam tahap uji kelayakan, sehingga harus menonaktifkan sejumlah fitur. 

“Memang saat pertama kali tahu mereka bilang kalau sedang proses OJK,” kata Indah kepada Big Alpha saat dihubungi. 

Seakan sedang berkelakar, Tanijoy yang sebelumnya sempat memberikan keterangan sudah melakukan proses perizinan sejak Maret 2019, lewat nomor surat 77 /POJK.01/2016 ternyata hanya bualan. Pihak OJK memastikan bahwa dari seluruh perizinan yang ada, tidak ada nama Tanijoy, baik sebagai fintech P2P lending, maupun lembaga keuangan mikro konvensional. 

Indah seakan menantikan kucing bertanduk. Perusahaan fintech tersebut tiba-tiba hilang tak ada kabar setelah menginformasikan sejumlah kendala saat pagebluk Covid-19 datang ke Indonesia. 

“Dulu pada saat pandemi awal-awal, mereka bilang kalau tak bisa mengirimkan petugasnya ke lokasi pertanian karena pembatasan sosial. Katanya juga kena tipu petani,” tambahnya. 

Bersama dengan para pemberi pinjaman lain, Indah tergabung dalam grup besar via telegram yang diinisiasi oleh para pihak yang merasa dirugikan Tanijoy. Lewat grup tersebut diketahui ada sekitar 400-an nasabah dengan total investasi senilai 4,5 miliar rupiah. 

Senada dengan Indah, Fian juga menjadi korban dugaan investasi ilegal. Dirinya berinvestasi pada paket kentang granola saat kondisi Tanijoy mulai goyah. Kepada Big Alpha ia menuturkan kalau mulai berinvestasi per tanggal 27 Desember 2019. 

Fian tak pernah tahu bahwa investasinya di Tanijoy akan berbuntut panjang dan menyebalkan. 24 Februari 2020, ia mendapatkan email bahwa permintaan kentang untuk pulau Jawa meningkat dan menyebabkan kelangkaan. 

Kemudian Tanijoy kembali memberikan informasi pada 24 Juni 2020 kalau paket investasi kentang granolanya sukses dijual ke salah satu pengepul di Medan dan akan segera dikirimkan ke Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta.

“Saya berpikir kentang saya baik-baik saja,” imbuhnya.

Sampai suatu ketika, ia bertanya-tanya mengapa dirinya mendapatkan surel pemberitahuan kalau akan ada virtual meeting tentang keterlambatan proses pencairan. Bagi Fian, dia tak pernah menduga bahwa apa yang dilakukan Tanijoy akan merugikan dirinya. Semula dirinya yakin dengan Tanijoy karena memiliki rekam jejak yang baik, menjadi startup pilihan Tempo pada tahun 2018, dan berbasis syariah.

 

Relasi Kepercayaan

Mimpi menjadi kaya memang selalu saja laku untuk dijual. Tanpa perlu mengeluarkan keringat, kita bisa menemukan caranya hanya lewat kolom pencarian pada situs penjelajah. Bahkan ada yang mengiming-iming tanpa bekerja sekalipun sudah bisa menjadi Sultan Andara. Lebih-lebih ada beberapa oknum yang memanfaatkan relasi kepercayaan sebagai modal jualan. 

Berdasarkan jurnal Relative performance of religious and ethical investment funds menyebutkan kalau keterikatan pada kepercayaan terkadang mengaburkan etika seseorang dalam menentukan instrumen investasi.Studi dari Eliza Fazliyaton Elias dan Helma Malini juga mendukung pernyataan tersebut, studinya mengungkapkan keputusan dalam memilih instrumen investasi dipengaruhi oleh kode moral yang diasosiasikan dengan agama.

Lebih lanjut, terkadang aspek agama dan moralitas sering tak diperhitungkan dalam paradigma perilaku seseorang yang melibatkan pengambilan keputusan keuangan dan investasi. The Effect of Religion on Financial and Investing Decisions menulis bahwa beberapa indikator keuangan kadang tak diperhitungkan oleh seseorang saat ingin memutuskan ke mana uangnya akan mengalir. Orang bisa saja mengabaikan fakta tentang risiko karena percaya bahwa ada tangan yang bakalan menolongnya. 

Tanijoy yang mengedepankan prinsip syariah, secara tidak langsung membuat para nasabahnya mempertimbangkan hal tersebut. Iming-iming imbal hasil yang sesuai syariat, transparansi, serta bebas dari segala bentuk larangan investasi sesuai ajaran islam bisa jadi pertimbangan sejumlah orang ketika ingin mendaftar.

Kasus serupa juga pernah dialami oleh beberapa pihak ketika ikut berinvestasi di Koperasi Pandawa. Koperasi ini menghimpun dana dari pengajian ke pengajian lain dan kemudian melebarkan sayapnya dengan merekrut Leader lewat skema Ponzi.

 

 

Sebagai gambaran, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan investasi ilegal di Indonesia terhitung mulai tahun 2011 hingga 2021 telah menimbulkan kerugian di kalangan masyarakat sebesar Rp117,4 triliun. 

Kasus Fian dan Indah adalah secuil gambaran bahwa siapapun dapat menjadi korban investasi ilegal. Mereka adalah yang tak punya waktu untuk melakukan verifikasi pada lembaga investasi atau tak memiliki kecakapan literasi keuangan.

Saat saya menyinggung apakah Fian dan Indah memiliki trauma tertentu dan takut untuk berinvestasi kembali, mereka menyebut tidak sama sekali. 

“Mungkin ini jadi pelajaran berharga kalau kita harus cek terlebih dahulu legalitasnya sebelum berinvestasi,” kata Indah, lewat sambungan telepon.

 

________________________________________________

Semua orang berhak mendapatkan akses informasi keuangan. Kami bertujuan untuk terus menyampaikan informasi tanpa adanya potensi konflik kepentingan. Menganalisa sebuah isu agar mudah dipahami dan mengapa hal tersebut penting. Kontribusi dari kamu memastikan kami untuk tetap independen serta terus memproduksi konten secara inklusif. Jika kamu suka dengan tulisan ini, kamu bisa traktir kami satu gelas kopi yang biasa kamu beli.