Tiga Pilar Sejahtera (AISA), Bangkrut?

Date:

Tiga Pilar Sejahtera adalah adalah salah satu perusahaan consumer goods yang sahamnya terdaftar di bursa efek Indonesia. Produknya adalah mie bihun, makanan ringan, dan pengolahan beras.

Tapi belakangan unit usaha berasnya inilah yang membawa malapetaka untuk AISA. AISA tersangkut kasus beras oplosan yang heboh di masyarakat beberapa waktu yang lalu. Dan hingga kini, berita buruk sepertinya tidak berhenti menghantui AISA.

Mulai dari ancaman gagal bayar utang mereka (default), proses divestasi beras yang tidak jelas nasibnya hingga kini, hingga isu-isu miring lain yang menyeret AISA.

As a disclaimer, AISA masuk sebagai salah satu dari 20 emiten yang kami bahas di e-book kuartalan Big Alpha. Waktu itu, kami beranggapan AISA menyimpan value untuk para pemegang sahamnya. Berdasarkan laporan keuangannya, kami beranggapan meskipun unit berasnya bermasalah, kontribusi unit beras AISA tidak terlalu besar terhadap laba bersih mereka.

Jadi kalau pun nanti misalnya divestasi unit beras itu benar-benar terjadi, laba bersih AISA tidak akan terseret terlalu dalam.

Di sisi lain, harga saham AISA sudah jatuh turun merespon berita yang beredar. Dari awalnya Rp2,000an menjadi Rp500an (pada waktu artikel itu ditulis) per lembar saham. Penjelasan lebih lengkapnya ada di dalam e-book kami yang tidak perlu lagi kami bahas di sini.

Lalu per hari ini (25 Juni 2018), AISA rontok jauh hingga bisa ARB (auto reject bawah), yakni batas maksimal sebuah saham bisa turun dalam 1 hari perdagangan. Kejatuhan ini melanjutkan penurunan AISA yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir.

Lalu sebenarnya ada apa dengan AISA?

Beberapa followers kami di Twitter sudah menanyakan hal ini. So, we will share to you guys what we know and what we do not know about AISA.

Lembaga rating nasional (Pefindo) menurunkan rating AISA. Terakhir, AISA diberikan rating idCCC dengan implikasi negatif. Rating ini diberikan akibat seretnya likuiditas AISA untuk membayar utang jangka pendeknya. Kas AISA disinyalir cuma memiliki Rp30-40 milyar rupiah padahal utang jatuh temponya pada Juli 2018 sebesar Rp109.3 milyar, yang berasal dari Obligasi I/2013, Sukuk I/2013 dan Sukuk II/2016. Akibat hal inilah berhembus isu kalau AISA berada di ambang kebangkrutan.

Kenyataan sebenarnya, para pemegang obligasi yang disebutkan di atas sudah setuju atas permintaan perusahaan untuk memperpanjang tenor jatuh tempo obligasinya. Semua obligasi yang disebutkan di atas, diperpanjang jatuh temponya untuk 1 tahun ke depan. Jadi, manajemen AISA masih punya waktu untuk melunasi utang obligasi mereka dalam 12 bulan ke depan.

AISA masih belum menerbitkan laporan keuangan full year 2017 dan laporan keuangan Q1 2018. Jadi, laporan keterbukaan informasi keuangan AISA yang paling terakhir masih versi Q3 2017.

Sedang terjadi perpindahan saham mayoritas di AISA. Tiga Pilar Corpora, yang selama ini adalah pemegang saham mayoritas di AISA, mulai mengurangi kepemilikannya. Per 25 Juni 2018, kepemilikan Tiga Pilar Corpora hanya menyisakan 11.91% dari awalnya 13.53%. Padahal, akhir Juli 2017, kepemilikan Tiga Pilar Corpora di AISA masih 29.1%. Dan proses ini bisa jadi masih akan terus terjadi. Di sisi lain, investor asing terus masuk ke AISA melalui Fidelity Funds-Pacific (sebuah institusi investasi asal Luxemburg). Saat ini Fidelity terus menambah posisi di AISA hingga hampir mencapai 8%.

Banyak sekali rumor yang beredar mengenai AISA, mulai dari isu bangkrut, akan diambil alih oleh Fidelity dan KKR, hingga ketertarikan beberapa konglomerasi besar nasional untuk membeli unit beras mereka (Salim Group dan Sinarmas). Tentu saja dalam kondisi penuh berita negatif seperti ini, sulit untuk menyaring semua informasi tersebut sambil mencari tau mana yang benar mana yang hanya sebatas kabar angin saja. Dan tentu saja, ketika banyak kabar miring berhembus seperti ini, emosi para pemegang sahamnya ikut terombang-ambing.

AISA akan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham pada tanggal 27 Juli 2018.

AISA saat ini adalah salah satu saham consumer goods termurah yang ada di bursa. Padahal, saham sektor ini selalu dihargai premium. Di harga Rp276 per lembar, PER AISA cuma 3.83x dan PBV nya cuma 0.2x. Dan berdasarkan laporan keuangan terakhirnya (Q3 2017), AISA masih mencetak laba.

Jadi itulah hal-hal yang kami ketahui mengenai AISA.

Apakah benar AISA akan bangkrut? Sepertinya hal itu sulit terjadi. Liat saja posisi balance sheet di laporan keuangan Q3 2017 (laporan keuangan terakhir yang mereka terbitkan).

Jumlah aset lancar AISA ada sebesar Rp5.8 triliun, dan sebesar lebih dari 2 triliun merupakan piutang usaha pihak ketiga yang kurang dari 1 tahun. Sepertinya sulit membayangkan AISA bisa bangkrut dengan kondisi aset lancar sebesar itu. Bayangkan saja bagaimana mungkin anda bisa jatuh bangkrut ketika masih ada orang di luar sana yang berhutang sebesar Rp2 triliun kepada anda.

Salah satu kelemahan argumen ini adalah data yang kami gunakan. Belum adanya laporan keuangan terbaru dari AISA menyebabkan argumen ini sedikit lemah. Kita tidak bisa mengetahui posisi keuangan terbaru dari AISA selama mereka belum mengeluarkan laporan keuangan terbaru mereka (dalam hal ini adalah Q4 2017 dan Q1 2018).

Jadi apa hal yang tidak kami ketahui tentang AISA? Ada banyak!

Kami tidak tau apa sebenarnya yang sedang terjadi di internal manajemen AISA. Apakah benar terjadi perpindahan pemegang saham mayoritas? Apakah unit bisnis AISA sudah selesai didivestasi? Bagaimana kondisi keuangan perusahaan sebenarnya?

Tapi yang jelas, di kala harga saham AISA remuk redam seperti ini, foreign money malah masuk ke AISA.

Sepertinya semua teka-teki mengenai AISA akan bisa terjawab setelah berlalunya RUPS di bulan Juli nanti. Di sana diharapkan kita bisa mendapat informasi terbaru mengenai keuangan AISA, rumor kepemindahan kepemilikan ataupun proses divestasi unit beras mereka.

Yang jelas, di harga Rp276 per lembar, AISA sudah terbilang sangat murah.

Namun dengan segala berita buruk yang terjadi, risiko di AISA masih tergolong tinggi.

Jika anda seorang risk taker, harga saat ini memang terlihat sangat menarik. Tapi jika sedikit ingin bermain aman, tunggu saja hasil RUPS mereka di bulan Juli mendatang atau ketika nanti mereka sudah mengeluarkan laporan keuangan terbaru mereka.

 UPDATE: 1 Juli 2018.

AISA sudah mengeluarkan laporan keuangan Q4 2017 mereka, dan hasilnya memang kurang menggembirakan.

Ada dua hal yang perlu di-highlight dari penerbitan laporan keuangan AISA ini.

1. AISA membukukan rugi bersih sekitar 846 milyar dari sebelumnya laba 719 milyar di tahun 2016.

Dan sejalan dengan analisa kami sebelumnya, divisi beras AISA masih menjadi sumber masalah keuangan untuk AISA. Jika dibandingkan dengan segmen makanan ringan, unit usaha beras AISA malah berkontribusi negatif terhadap laba secara konsolidasi.

Oleh karena itu, proses divestasi beras akan menjadi sentimen yang sangat baik untuk AISA jika hal itu benar-benar terjadi. Manajemen AISA sudah mengatakan bahwa proses divestasi unit beras masih terus berjalan meskipun tidak secepat yang diperkirakan di awal.

Jadi, mari kita menunggu progress terbaru dari manajemen AISA mengenai divestasi unit beras mereka.

2. Terjadi lagi perpindahan secara masif terhadap pemegang saham pengendali. Tiga Pilar Corpora kini hanya tinggal memiliki 7.19% saham di AISA.

Lalu ke harga sahamnya.

Harga saham AISA nanti pasti akan turun merespon kinerja keuangannnya. Akan ada banyak orang yang panic selling sejalan dengan perkembangan terbaru ini.

Dengan risiko tinggi seperti ini, tidak perlu latah ikut panic selling. Jika anda benar-benar tidak ingin memegang AISA, tunggu nanti ketika terjadi technical rebound (kenaikan temporer karena faktor teknikal).

Tapi sejauh ini, menunggu kejelasan hasil RUPS dan divestasi unit beras adalah hal yang paling ditunggu pemegang saham AISA.

Diclaimer : On.