Menilik Aksi Korporasi BUMN Penghuni IDX BUMN20

Date:

[Waktu baca: 7 menit] 

Bursa saham mulai memerah dalam beberapa hari terakhir. Namun, tekanan di pasar belum sampai membalikkan IHSG ke zona negatif atau lebih rendah dibanding harga saham penutupan pada akhir tahun 2020 lalu.

Di tengah tren pelemahan itu, indeks IDX BUMN20 masih mampu mempertahankan kinerja tertinggi dibandingkan dengan indeks tematis lainnya di Bursa Efek Indonesia. Hingga Selasa (19 Januari 2021) indeks yang berisi saham 20 emiten BUMN pilihan ini tercatat masih tumbuh 8,26% year to date (ytd), lebih unggul ketimbang IHSG yang tercatat naik 5,73% ytd.

Kinerja indeks ini paling unggul, baik di antara indeks-indeks tematis di BEI, maupun indeks-indeks sektoral. Di posisi kedua setelah indeks ini ada indeks sektor tambang yang tercatat meningkat 8,25% ytd. Indeks sektor tambang masih konsisten menjadi indeks sektoral dengan kinerja terkuat sejak tahun lalu.

Kinerja yang tinggi pada indeks IDX BUMN20 menunjukkan bahwa saham-saham BUMN mencetak kinerja harga yang secara umum lebih baik dibandingkan dengan saham-saham lainnya di pasar saat ini.

Kinerjanya tentu akan terus berubah dan indeks ini kemungkinan juga tidak akan selalu bertahan di posisi puncak. Namun, kenaikannya yang tinggi sepanjang awal tahun ini tentu cukup menarik perhatian. Mengapa saham-saham BUMN banyak diburu awal tahun ini? Mari kita ulas.

Penguatan Saham IDX BUMN20 Variatif

Secara umum, kinerja saham-saham penghuni indeks IDX BUMN20 mencatatkan penguatan sepanjang tahun ini, kecuali saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. atau SMGR yang masih mencatatkan kinerja negatif.

Berikut ini daftar emiten penghuni indeks IDX BUMN20 beserta kinerja harga sahamnya hingga akhir perdagangan Selasa (19 Januari 2021):


 Dari data itu terlihat bahwa beberapa saham BUMN menguat hingga puluhan persen hanya dalam waktu kurang dari tiga pekan pada awal tahun ini.

Kinerja tertinggi dibukukan oleh saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) dengan kenaikan harga 40,05% ytd dan disusul PT Timah Tbk. (TINS) dengan 36,7% ytd. Pada umumnya kinerja saham sektor tambang memang masih sangat kuat pada awal tahun ini.

Di sektor perbankan kinerja emitennya cukup bervariasi, tetapi rata-rata cukup tinggi. Demikian pula halnya di sektor konstruksi. Sementara itu, saham-saham emiten semen terlihat masih melemah pada awal tahun ini. SMGR menjadi satu-satunya saham anggota indeks yang berkinerja negatif, sedangkan sejawatnya, yakni PT Semen Baturaja (Persero) Tbk. atau SMBR juga tidak banyak berbeda.

Beragam Rencana Aksi Korporasi

Apresiasi atas saham-saham emiten BUMN pada dasarnya terjadi seiring dengan adanya beragam sentimen positif yang berkembang di pasar. Antara lain, potensi pemulihan ekonomi global seiring upaya vaksinasi Covid-19, stimulus jumbo dan pergantian pemerintahan AS, dan penerbitan UU Cipta Kerja serta Lembaga Pengelola Investasi (sovereign wealth fund/ SWF).

Selain itu, peningkatan harga komoditas dunia seperti nikel, batu bara, dan minyak juga turut meningkatkan ekspektasi terhadap pemulihan kinerja ekonomi nasional, apalagi ekonomi Indonesia sangat bergantung pada komoditas.

Kinerja pasar saham juga membaik karena adanya aksi buyback saham oleh emiten di pasar sejak tahun lalu, setelah BEI memberikan relaksasi pelaksanaan buyback tanpa harus menunggu restu rapat umum pemegang saham (RUPS).

Namun, di luar sentimen-sentimen umum tersebut, saham-saham emiten BUMN anggota indeks IDX BUMN20 juga terdorong oleh sentimen banyaknya rencana aksi korporasi BUMN tahun ini. Adanya aksi-aksi korporasi ini akan berdampak positif bagi kinerja emitennya, sehingga meningkatkan peluang kenaikan kinerja di masa mendatang.

Berikut ini sejumlah aksi korporasi yang akan dilakukan oleh sejumlah emiten BUMN anggota IDX BUMN20 yang diyakini menjadi faktor-faktor pendorong kinerja sahamnya.

BBRI

Sejak 2020 lalu, Menteri BUMN Erick Thohir sudah memberikan sinyal akan adanya tiga aksi korporasi besar tahun ini. Dua di antaranya melibatkan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Pertama, yakni akuisisi atas PT Permodalan Nasional Madani (Persero) dan PT Pegadaian (Persero) oleh emiten berkode saham BBRI tersebut.

Kedua, merger anak usaha BRI, yakni PT Bank BRISyariah Tbk. (BRIS) dengan bank mandiri anak usaha dua bank BUMN lain anggota indeks IDX BUMN20, yakni PT Bank BNI Syariah (anak usaha PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BBNI) dan PT Bank Syariah Mandiri (anak usaha PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. atau BMRI).

Akuisisi BBRI terhadap PNM dan Pegadaian akan membentuk holding pembiayaan ultra mikro. Sinergi BUMN ini ditujukan untuk mengefisienkan cost of fund, membentuk sinergi jaringan, dan sinergi digital untuk mendukung pelaku UMKM.

Sinergi digital antara ketiga perusahaan ini juga akan menghadirkan pusat data UMKM yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber data UMKM dalam skala nasional. Data ini dapat diandalkan oleh pemerintah untuk membuat program yang dapat benar-benar tepat sasaran untuk UMKM.

UMKM ini sangat penting sebab mencakup sekitar 64 juta pelaku usaha dan mewakili 99% dari struktur usaha di Indonesia. Dengan kata lain, UMKM menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. UMKM menyerap 97% dari total tenaga kerja nasional dan berkontribusi 60,3% terhadap PDB.

Nah, sinergi bisnis BRI dengan PNM dan Pegadaian tentu akan meningkatkan kapasitas pelayanan BRI serta memperluas jangkauannya. Ujungnya, tentu hal ini akan turut meningkatkan kinerja bisnis BRI juga.

Sementara itu, merger anak usaha bank syariah dari bank-bank BUMN juga akan mengefektifkan proses bisnis, memangkas persaingan, dan meningkatkan kapasitas bisnis bank syariah anak usaha bank-bank BUMN. Kinerja yang meningkat dari anak usaha syariah pascamerger tentu akan berdampak pula pada kinerja induknya.

Bank syariah hasil merger tersebut akan menggunakan BRIS sebagai entitas cangkang penerima penggabungan, tetapi namanya berubah menjadi PT Bank Syariah Indonesia. Targetnya, pada 2022 nanti, bank ini akan masuk dalam kelompok bank terbesar di Indonesia, yakni kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV, atau bank dengan modal inti di atas Rp30 triliun.

TLKM

Adapun, aksi korporasi besar lainnya yang disebut oleh Menteri Erick adalah rencana penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), yakni PT Dayamitra Telekomunikasi atau  Mitratel.

IPO keluarga BUMN sudah lama ditunggu pasar, sebab dalam 2 tahun terakhir, keluarga BUMN absen dari aktivitas IPO. IPO terakhir keluarga BUMN dilakukan oleh PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk. (IPCC) pada 28 Juni 2018 lalu. Saat itu, dana yang dikumpulkan mencapai Rp835 miliar.

Rencananya, Mitratel akan listing di BEI pada akhir tahun 2021, tetapi belum diketahui secara pasti berapa banyak saham yang akan dilepas, berapa harganya, dan berapa dana yang diincar perusahaan dari IPO ini.

Sambil menunggu proses IPO, TLKM terus melakukan pengalihan kepemilikan menara dari anak usahanya yang lain, yakni PT Telekomunikasi Selular atau Telkomsel ke Mitratel. Telkomsel telah mengalihkan kepemilikan atas 6.050 menara kepada Mitratel pada Oktober 2020 lalu dengan nilai Rp10,3 triliun. Pengalihan akan dilakukan bertahap dan ditargetkan rampung akhir kuartal I/2021.

IPO akan menjadikan struktur permodalan Mitratel menjadi lebih kuat. Seiring dengan itu, kinerja bisnisnya pun dapat diharapkan akan meningkat. Hal ini tentu akan berdampak positif bagi TLKM selaku induknya.

ANTM

Aksi korporasi PT Aneka Tambang Tbk. tahun ini berhubungan erat dengan rencana perintisan Indonesia Battery Holding (IBH). Industri kendaraan listrik saat ini sedang berkembang dengan cukup pesat. Seiring dengan itu, kebutuhan terhadap baterai untuk kendaraan listrik pun meningkat.

Beberapa perusahaan global pun sudah menyatakan komitmen serius untuk pengembangan industri baterai di Indonesia. Perusahaan asal Korea Selatan, LG Energy Solution misalnya, telah menyampaikan komitmen investasi senilai US$9,8 miliar.

Perusahaan itu akan membentuk konsorsium dengan holding BUMN tambang MIND ID, ANTM, Pertamina, dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Anggota konsorsium dari Indonesia ini akan tergabung ke dalam IBH.

ANTM menjadi prospektif sebab Antam juga memproduksi nikel, bahan baku untuk produksi baterai lithium yang digunakan oleh kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. ANTM juga tengah menggarap proyek pabrik feronikel di Halmahera Timur, Maluku Utara.
 
KAEF

Apresiasi atas saham PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) sangat erat hubungannya dengan perkembangan program vaksinasi Covid-19 di Indonesia. KAEF mendapatkan penugasan pemerintah untuk berpartisipasi dalam program ini, terutama dalam upaya distribusi vaksin Sinovac dan mendatangkan vaksin dari produsen lain.

Sentimen vaksin ini sudah mendorong saham KAEF dan emiten-emiten farmasi lainnya terbang tinggi sejak tahun lalu, meskipun hal tersebut tidak selalu sejalan dengan kondisi fundamental dari emiten-emiten farmasi tersebut.

PTBA

PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) tahun ini akan memulai konstruksi proyek penting gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) dengan perkiraan nilai investasi US$2,1 miliar. Proyek ini merupakan proyek kerja sama dengan Air Product dan PT Pertamina (Persero). Proyek ini berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.

Jika berjalan lancar,  proyek ini ditargetkan sudah dapat beroperasi pada kuartal II/2024. Pengembangan hilirisasi batubara ini menjadi strategis guna menekan ketergantungan impor LPG. PTBA sendiri merupakan pioneer bagi upaya gasifikasi batu bara di Indonesia.

WSKT

Sentimen positif bagi saham PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) tahun ini terutama berasal dari peluncuran SWF. Adanya SWF ini akan menjadi alternatif sumber pendanaan yang besar bagi pengembangan proyek-proyek jalan tol yang dibangun WSKT.

Selain itu, WSKT juga merencana mendivestasikan 9 ruas jalan tolnya kepada SWF. Target nilainya ditaksir antara Rp10 triliun hingga Rp11 triliun. Dananya akan digunakan WSKT untuk menutupi kewajiban pendanaan yang ada, serta melanjutkan investasi ke proyek-proyek tol selanjutnya.

Adanya divestasi ini tentu diharapkan bisa memperbaiki kondisi keuangan WSKT yang cukup tertekan sepanjang tahun lalu. Per September 2020, WSKT masih harus menanggung kerugian sebesar Rp2,64 triliun, sedangkan kasnya anjlok 87,1% ytd dari Rp9,26 triliun pada akhir 2019 menjadi tinggal Rp1,2 triliun. 

Tertarik Membeli Saham BUMN?

Secara umum, fundamental bisnis emiten BUMN memang relatif kuat. Lagi pula, statusnya sebagai BUMN menjadikan perusahaan-perusahaan ini kerap dipersepsikan lebih aman terhadap potensi kebangkrutan, sebab ada pemerintah di baliknya. Pemerintah juga kerap kali menyuntikkan tambahan modal bagi BUMN yang kesulitan modal.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika saham-saham BUMN banyak menarik minat investor. Banyaknya aksi korporasi yang akan dilakukan emiten-emiten BUMN tahun ini pun menambah daya tarik saham-sahamnya. Jika terealisasi, tentu prospek bisnis mereka akan makin menjanjikan.
 

Tags: